TEMPO.CO, Jakarta - Tumbler merupakan salah satu wadah untuk minuman yang bisa digunakan berulang kali dan biasanya berbentuk seperti tabung atau botol minuman. Di era sekarang, tumbler sudah memiliki banyak variasi mulai dari bentuk yang beragam hingga beragam fungsi seperti untuk minuman hangat atau dingin agar bertahan lama.
Tumbler ini biasanya terbuat dari plastik dan kaca dengan berbagai ukuran mulai dari paling kecil hingga paling besar. Ukuran ini dapat disesuaikan kebutuhan pengguna dan sesuai umur. Bisa untuk anak-anak sekolah atau dibawa ke tempat kerja untuk mengurangi penggunaan sampah plastik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Pemprov Bali yang menyarankan untuk menggunakan botol minuman atau tumbler pribadi untuk meminimalisir penggunaan sampah plastik sekali pakai. Aturan ini dituliskan dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2025 tentang implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2028 mengenai Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Aturan ini mulai berlaku pada 3 Februari 2025. Dan tidak hanya berlaku untuk jajaran perangkat daerah, aturan ini juga wajib dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta anak-anak dan para perangkat di sekolah.
Namun, dalam pemilihan tumbler penting untuk memperhatikan bahan baku, misalnya menghindari zat BPA dalam tumbler atau biasanya bertuliskan BPA Free.
Merangkum dari penjelasan dari BPOM RI tentang Kandungan Bisfenol A (BPA) dalam Air Minum dalam Kemasan (AMDK), Bisfenol A (BPA) adalah senyawa kimia pembentuk plastik jenis Polikarbornatm(PC). BPA berbahaya dapat bagi kesehatan apabila dikonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi oleh tubuh.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, batas maksimal toleransi terhadap zat BPA adalah 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg). Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.
Sementara itu, dari laman Healthline "What Is BPA? Haruskah Saya Khawatir Tentang Itu?", Menurut laporan 2014 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA), jumlah aman BPA yang dikonsumsi per berat badan (bagi setiap orang) adalah kurang dari 2,25 miligram per pon (5 mg per kg). Sedangkan, menurut FDA, kebanyakan orang terpapar terpapar 0,1-2,2 mikrogram per pon (0,2-0,5 mikrogram per kg) berat badan per hari.
FDA memang mengakui BPA adalah zat aditif yang aman untuk wadah atau kemasan minuman dan makanan meskipun dalam jumlah yang telah ditentukan. Namun, di tahun 2012 FDA melarang penggunaan zat BPA ini sebagai bahan baku untuk pembuatan kaleng susu formula bayi, botol bayi, dan cangkir sippy.
Produk-produk dipasarkan yang mungkin mengandung zat BPA, misalnya barang yang dikemas dalam wadah plastik, makanan kaleng, perlengkapan mandi, produk menstruasi, tanda terima printer termal, CD dan DVD, Elektronik rumah tangga, lensa kacamata, peralatan olahraga, dan sealant tambalan gigi. Bahkan, beberapa pipa untuk air minum masih terlapisi oleh resin epoksi yang mengandung BPA. Dan biasanya, produk-produk yang mengandung BPA ditandai dengan kode daur ulang 3 atau 7.
Dan untuk menghindari konsumsi zat BPA ini, dalam melakukan pembelian tumbler atau botol minum bisa memilih dari bahan kaca. Apabila memilih dari bahan plastik, penting untuk memeriksa informasi produk terlebih dahulu.
Bahan plastik yang aman untuk tumbler atau botol minum biasanya tertera kode daur ulang 1, 2, 4, dan 5. Produk dengan kode daur ulang 5 atau disebut PP (polypropylene) memiliki titik didih tinggi sehingga aman untuk menahan suhu tinggi.
Ni Kadek Trisna Cintya Dewi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.