Ancaman Penyakit Mulut dan Kuku dari Impor Sapi Brasil, Asosiasi Peternak: Seharusnya Karantina Disiapkan Dulu

14 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf mengkritik kebijakan pemerintah merevisi aturan untuk mengimpor sapi dari Brasil. Keran impor sapi hidup dari Brasil sebelumnya tertutup karena negara tersebut masih masuk daftar bahaya penyakit mulut dan kuku (PMK) yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH).

"Yang penting buat saya bukan mengubah aturan, tetapi kesiapan tim karantina, dokter hewan yang mengawasi, dan vaksin. Bukan mengubah undang-undangnya," ujar pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini saat dihubungi, Sabtu, 11 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rochadi mengatakan, Indonesia kini telah bisa memproduksi vaksin sendiri. Tapi pemanfaatan vaksin di daerah-daerah, menurut dia, belum optimal. Hal ini disebabkan biaya operasional yang dibebankan ke pemerintah daerah.

Belum lagi, sistem vaksinasi mandiri mengharuskan harga vaksin ditebus oleh peternak. Ia mengatakan, peternak tak mau membeli vaksin karena harganya yang masih tinggi. Ada vaksin yang harganya dipatok hingga Rp 425 ribu per botolnya.

Keran impor sapi dari Brasil terbuka setelah pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016. Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengklaim, sapi dari Brasil bebas dari PMK, karena negara itu telah menjadi zona bebas penyakit menular tersebut. Brasil, kata dia, adalah negara yang siap mengekspor sapi sehat tanpa kekhawatiran terhadap penyebaran PMK.

“Peraturan Pemerintah (PP) sudah memungkinkan untuk mendatangkan sapi dari Brasil, karena negara ini memiliki populasi sapi yang sangat besar, sekitar 200 ribu ekor. Sapi di Brasil juga memiliki sifat tropis yang lebih cocok dengan iklim Indonesia,” ujar Sudaryono dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 9 Januari 2025.

Impor sapi hidup ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, termasuk mendukung program Makan Bergizi Gratis. Program ini membutuhkan bahan baku dalam skala besar, yang salah satunya akan dipenuhi melalui peningkatan produksi peternakan sapi.

Pada tahun ini, pemerintah menargetkan mendatangkan 200 ribu ekor sapi perah dan 200 ribu ekor sapi pedaging. Dalam lima tahun, target total indukan sapi impor mencapai sekitar 2 juta ekor, dengan 1 juta ekor di antaranya sapi perah.

Impor itu tak dilaksanakan langsung oleh pemerintah. Sudaryono mengatakan, pemerintah meminta para pengusaha ternak sapi di Indonesia yang mendatangkan sapi indukan dari luar negeri.

Sudaryono mengungkap, indukan-indukan sapi ini akan disalurkan ke kelompok-kelompok peternak sapi perah di seluruh Indonesia, baik skala kecil maupun besar. Penyaluran itu akan dilakukan melalui pola kemitraan.

Namun, rencana pemerintah mengimpor sapi dari Brasil masih menimbulkan kekhawatiran di kalangan peternak ihwal risiko penyebaran wabah. Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Nanang Purus Subendro mengatakan pemerintah wajib melaksanakan vaksinasi secara menyeluruh untuk meminimalkan risiko PMK dari sapi impor asal Brasil.

Ia menekankan pemerintah harus bisa mencegah munculnya wabah PMK akibat impor sapi dari Brasil yang dapat merugikan peternak lokal. Apalagi peternak masih mencoba pulih dari penyebaran PMK sebelumnya. "Wilayah edarnya perlu dibatasi hanya di kota besar sehingga tidak merembet ke daerah peternak," tuturnya kepada Tempo, Selasa, 10 Desember 2024.

Indonesia sebelumnya dinyatakan bebas wabah PMK pada 1990 oleh WOAH. Namun wabah PMK muncul lagi sejak April 2022. Status itu didapat setelah pemerintah menggelontorkan dana US$ 1,66 miliar untuk memberantas PMK pada 1983-1988. Pemerintah menduga virus PMK berasal dari impor hewan selundupan, tapi ada juga dugaan virus ini muncul selepas pelonggaran aturan impor.

Pada Agustus 2024, Kementerian Pertanian Brasil meminta WOAH menetapkan status Brasil sebagai negara bebas PMK. Namun permintaan tersebut diperkirakan baru disetujui pada Mei 2025.

Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |