Apakah Serangan Jantung Bisa Diprediksi?

7 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Serangan jantung sering kali terjadi secara tiba-tiba dan tanpa peringatan yang jelas, membuat banyak orang bertanya apakah kondisi ini bisa diprediksi. Dengan kemajuan dalam dunia medis dan teknologi, para ahli kini semakin memahami faktor risiko serta tanda-tanda awal yang dapat mengindikasikan kemungkinan serangan jantung.

Dari pola hidup hingga pemeriksaan kesehatan berbasis teknologi, berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi potensi serangan jantung lebih dini. Namun, sejauh mana keakuratan prediksi ini dan apakah benar-benar mungkin untuk mencegah serangan jantung sebelum terjadi?

Apakah Serangan Jantung Bisa Diprediksi?

Dilansir dari Medical News Today, sebuah penelitian terbaru dari Universitas Uppsala, Swedia, menemukan biomarker dalam darah yang berpotensi menjadi sistem "peringatan dini" bagi seseorang sebelum mengalami serangan jantung pertama. Temuan ini membuka peluang bagi tindakan pencegahan lebih dini untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskular.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, para peneliti tengah mengembangkan alat daring yang memungkinkan siapa saja untuk memperkirakan risiko serangan jantung dalam enam bulan ke depan. Dengan memasukkan data seperti kadar kolesterol LDL dan HDL, lingkar pinggang, tinggi badan, serta beberapa informasi kesehatan lainnya, pengguna dapat memperoleh prediksi berbasis ilmiah mengenai kemungkinan mereka mengalami serangan jantung pertama.

Dalam studi ini, para peneliti menganalisis sampel darah dari 169.053 individu Eropa yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit kardiovaskular. Mereka kemudian membandingkan darah dari 420 orang yang mengalami serangan jantung dalam enam bulan setelah pengambilan sampel dengan darah dari 1.598 individu sehat untuk mengidentifikasi pola biomarker yang berhubungan dengan peningkatan risiko serangan jantung.

Memprediksi Serangan Jantung dengan Tes Darah

Dinukil dari News Medical, sekitar 90 molekul diidentifikasi dalam penelitian tersebut sebagai biomarker serangan jantung yang akan terjadi. Menurut Profesor Johan Sundström dari Universitas Uppsala, Swedia, beberapa molekul ini mungkin berfungsi sebagai penyebab atau perantara dalam jalur biologis tertentu, sementara yang lain mungkin tidak memiliki keterkaitan langsung. Karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami peran masing-masing molekul.

Dari seluruh molekul yang teridentifikasi, peptida natriuretik otak terbukti paling konsisten terkait dengan risiko serangan jantung. Molekul ini hanya diproduksi oleh sel otot jantung sebagai respons terhadap tekanan berlebih, berfungsi sebagai diuretik alami yang membantu mengurangi kelebihan volume cairan dalam tubuh.

Alat untuk memprediksi serangan jantung yang sedang dikembangkan oleh kelompok penelitian di Universitas Uppsala ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi pasien untuk mengubah gaya hidup mereka.

Dengan menggunakan hasil tes darah standar dan alat daring, nantinya Anda dapat mengetahui apakah Anda berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung dalam waktu enam bulan.

Memprediksi Serangan Jantung Menggunakan AI

Dikutip dari Cedar Senai, Sebuah alat kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan di Cedars-Sinai kini mampu memprediksi risiko kejadian jantung serius, seperti serangan jantung, serta memperlihatkan bagaimana risiko tersebut berubah dari waktu ke waktu. 

Inovasi ini membawa para peneliti selangkah lebih maju dalam upaya meningkatkan perawatan kesehatan preventif dan menyediakan prediksi kesehatan jantung yang lebih personal bagi pasien.

Penelitian yang dipublikasikan dalam NPJ Digital Medicine ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis AI dapat menjadi alat efektif dalam melibatkan pasien untuk lebih proaktif dalam menjaga kesehatannya.

Direktur Inovasi dalam Pencitraan di Cedars-Sinai, Piotr Slomka, menjelaskan bahwa AI ini dirancang untuk menganalisis gambar jantung dan memprediksi kemungkinan kejadian jantung yang mengancam jiwa, seperti kematian mendadak, serangan jantung, atau perlunya intervensi segera pada pembuluh darah jantung.

Untuk melakukan prediksi, sistem AI dilatih menggunakan data klinis dasar pasien—termasuk usia, jenis kelamin, berat badan, detak jantung, dan tekanan darah—serta pencitraan jantung yang memperlihatkan aliran darah dan kemampuan jantung dalam berkontraksi serta mengembang.

Slomka menjelaskan bahwa algoritma pembelajaran mendalam ini mengolah informasi tersebut dan menghasilkan prediksi dalam bentuk grafik risiko. Grafik ini menunjukkan kemungkinan pasien mengalami serangan jantung, memerlukan prosedur medis seperti pemasangan stent atau operasi bypass, atau bahkan menghadapi risiko kematian dalam beberapa tahun ke depan. Desain grafik yang intuitif memungkinkan dokter dan pasien untuk dengan mudah memahami hasil analisis dan membuat keputusan medis yang lebih baik.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |