Arti Pemangkasan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI dari IMF dan Bank Dunia

9 hours ago 14

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan pemerintah harus merespons serius proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Adapun dalam proyeksi terbarunya, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di angka 4,7 persen. Angka ini lebih dari rendah dari proyeksi IMF pada Januari lalu, yakni 5,1 persen. Proyeksi serupa disampaikan Bank Dunia dalam laporan bertajuk The Macro Poverty Outlook (MPO) edisi Indonesia.

“Koreksi IMF harus dijadikan alarm serius bahwa kebijakan ekonomi kita perlu direkonstruksi dengan fondasi baru,” kata Achmad melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, dikutip pada Ahad, 27 April 2025.

Achmad mengatakan fondasi baru kebijakan ekonomi diperlukan karena koresksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurun ini bukan semata karena faktor eksternal. “Kebijakan tarif Trump adalah pemicu, tapi tidak serta merta menjadi penyebab tunggal,” katanya 

Pendiri Narasi Institute itupun merekomendasikan lima stratgi ekonomi baru yang bisa diterapkan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonmi Indonesia. Pertama, perlindungan terhadap industri dalam negeri harus ditingkatkan secara cerdas. Ia berujar, pemerintah perlu menyasar substitusi impor untuk produk-produk strategis dan menciptakan ekosistem inovasi berbasis teknologi domestik.

Kedua, pendekatan fiskal harus lebih progresif dan selektif. Alih-alih memperluas subsidi konvensional, pemerintah harus mendorong belanja berbasis produktivitas seperti pendidikan vokasi, memperkuat UMKM, dan insentif bagi sektor manufaktur bernilai tambah tinggi.

Ketiga, mengambil kebijakan pro kelas menangah. “Kelas ini motor konsumsi dan stabilitas ekonomi,” ujarnya.

Keempat, pemerintah harus mulai melakukan restrukturisasi utang jangka panjang dan mengevaluasi ulang proyek-proyek infrastruktur yang tidak produktif. Ia mengatakan fokus harus dialihkan pada proyek berbasis kebutuhan rakyat, seperti transportasi publik, sanitasi, dan energi terbarukan.

Kelima, Indonesia perlu mendesain ulang insentif investasi dengan target yang jelas, yakni investasi yang menciptakan lapangan kerja berkualitas dan transfer teknologi. Ia merekomendasikan agar pengawasan pemerintah terhadap investasi yang hanya bersifat spekulatif harus diperketat.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar lembaga jasa keuangan (LJK) untuk meningkatkan kehati-hatian dalam mengelola risiko sebagai upaya untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengingatkan perlambatan ekonomi dapat berdampak terhadap kinerja LJK non-bank, seperti dana pensiun dan asuransi. “Untuk dana pensiun, pertumbuhan ekonomi yang melambat bisa menurunkan imbal hasil investasi, mengurangi kemampuan dana pensiun untuk memenuhi kewajiban di masa depan,” katanya seperti dikutip dari Antara, Ahad, 27 April 2025.

Terkait dengan industri asuransi, Ogi menyatakan perlambatan ekonomi bisa mempengaruhi hasil investasi produk unit link serta meningkatkan risiko klaim atau penarikan tunai. Daya beli masyarakat yang menurun pun dapat mengurangi permintaan produk asuransi, terutama yang berbasis investasi.

“Dampak ini menuntut LJK nonbank untuk lebih berhati-hati dalam mengelola risiko dan berinovasi dalam produk mereka,” ujar Ogi.

Adapun proyeksi terbaru IMF terkait dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia tertuang dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025. Laporan ini menganalisis dampak kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 

“Negara-negara Asia yang sedang berkembang, khususnya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), menjadi salah satu yang paling terdampak oleh tarif (Amerika Serikat),” tulis IMF dalam laporannya. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi pada untuk emerging Asia pada dan 2026 adalah 2025 4,6 persen.

IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berbeda jauh dari negara Asia berkembang lainnya. Malaysia, misalnya, diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen pada 2025 dan 3,8 persen pada 2026. Kemudian Vietnam diprediksi mengalami pertumbuhan sebesar 5,2 persen pada 2025 dan 4,0 persen pada 2026. Sementara itu, ekonomi Cina diprediksi tumbuh sebesar 4 persen pada 2025 dan 2026.

Anastasya Lavenia berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor:  Strategi Kebijakan Fiskal Menangkal Krisis Ekonomi

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |