REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan total aset dana pensiun nasional hingga Agustus 2025 mencapai Rp1.593 triliun, setara dengan 7,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2024.
“Rinciannya, jumlah peserta mencapai 29 juta orang dan jumlah entitas ada 188, terdiri dari tiga program pensiun wajib dan sisanya program sukarela,” ujar Mahendra dalam acara Indonesia Pension Fund Summit 2025 di Tangerang Selatan, Kamis (23/10/2025).
Ia menjelaskan, pertumbuhan jumlah peserta dari tahun ke tahun menunjukkan potensi besar untuk memperluas cakupan perlindungan sosial dan memperkuat inklusi keuangan di Tanah Air.
“Meskipun demikian, ada sejumlah tantangan yang dihadapi, mulai dari perubahan demografi hingga kebutuhan harmonisasi program pensiun,” kata Mahendra.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ihda Muktiyanto menuturkan bahwa program pensiun wajib masih mendominasi total aset industri dana pensiun nasional. Pada 2024, nilai asetnya mencapai Rp690,22 triliun, yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri.
BPJS Ketenagakerjaan mengelola Jaminan Pensiun sebesar Rp192,41 triliun dan Jaminan Hari Tua senilai Rp497,87 triliun, dengan jumlah peserta mencapai 19,1 juta orang.
Adapun Taspen mencatat Tabungan Hari Tua sebesar Rp29,44 triliun dan Jaminan Pensiun sebesar Rp39,81 triliun, dengan 3,9 juta peserta. Sedangkan Asabri mengelola Jaminan Pensiun senilai Rp30,14 triliun bagi anggota TNI, Polri, dan ASN Kementerian Pertahanan.
Sementara itu, total aset program pensiun sukarela yang terdiri dari Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) tercatat mencapai Rp325,61 triliun dengan sekitar 1,23 juta peserta.
“Dari jumlah tersebut, DPPK menguasai Rp236,61 triliun, termasuk dana pensiun berbasis syariah,” ujar Ihda.
Ia menambahkan, dari total 144 juta angkatan kerja di Indonesia, baru sekitar 23,6 juta pekerja yang tercatat dalam program pensiun wajib.
“Data juga menunjukkan bahwa pekerja informal dan pelaku UMKM masih menghadapi risiko cukup besar ketika memasuki masa pensiun, karena belum memiliki perlindungan pensiun,” ujarnya.
sumber : Antara