JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah pusat mulai menelusuri secara menyeluruh kemungkinan adanya aktivitas pertambangan yang berkontribusi terhadap bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pihaknya telah menurunkan tim untuk mengecek langsung situasi tersebut, terutama di Aceh dan Sumatera Utara yang terdampak cukup berat.
Bahlil memastikan bahwa di Sumatera Barat tidak terdapat aktivitas pertambangan. Namun di provinsi lain, kementeriannya ingin memastikan fakta di lapangan sebelum mengambil langkah lebih jauh.
“Jadi, setelah tim mengevaluasi, baru saya akan cek dampak tambang ini ada atau tidak,” ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Ia menambahkan, pemerintah tidak akan segan menjatuhkan sanksi bila ditemukan izin usaha pertambangan yang berjalan tidak sesuai regulasi.
“Kami akan memberikan sanksi tegas,” ucapnya.
Cek ke Lapangan Termasuk Tambang Martabe
Bahlil mengungkapkan dirinya sudah turun langsung meninjau tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, salah satu kawasan yang terdampak banjir cukup parah. Menurutnya, lokasi operasi tambang berada jauh dari titik banjir bandang.
“Saya cek juga kemarin di lokasi, itu tambang emas. Kalinya ada tiga. Ada kali gede, dan yang kena banjir adalah kali yang sedang, yang tengah. Nah, di Martabe ini kali yang kecil,” kata Bahlil.
Sebagai langkah darurat pascabencana, Menteri ESDM meminta agar kegiatan operasional tambang dihentikan sementara. Ia menegaskan penghentian tersebut tidak terkait pelanggaran lingkungan, melainkan agar perusahaan dapat membantu penanganan darurat bencana menggunakan alat berat yang mereka miliki.
Agincourt Resources Bantah Tambang Jadi Pemicu
Sebelumnya, PT Agincourt Resources (PTAR) — pengelola tambang emas Martabe — menolak anggapan bahwa kegiatan tambang menjadi penyebab banjir bandang di Tapanuli Selatan. Perusahaan menganggap kesimpulan tersebut terlalu dini.
PTAR menyebut fenomena cuaca ekstrem akibat siklon Senyar sebagai pemicu utama tingginya curah hujan di wilayah itu. Banjir besar diduga terjadi karena sungai tak mampu menampung aliran deras yang membawa material kayu dalam jumlah masif.
“Hal ini dipicu oleh efek penyumbatan masif material kayu gelondongan di jembatan Garoga I dan jembatan Anggoli (Garoga II),” demikian keterangan resmi perusahaan, Selasa (2/12/2025).
Perusahaan juga menegaskan bahwa mereka beroperasi di Sub-DAS Aek Pahu yang secara hidrologis tidak terhubung dengan DAS Garoga, titik lokasi terjadinya banjir bandang.
Hasil Pengamatan Udara Menguatkan Temuan Awal
PTAR menuturkan, pengamatan menggunakan helikopter di kawasan hulu Sungai Garoga memperlihatkan adanya rangkaian longsoran besar di tebing-tebing sungai, termasuk di area hutan lindung. Material longsor itu diduga kuat menjadi pembawa utama lumpur dan kayu gelondongan ke aliran sungai.
“Namun temuan ini masih merupakan indikasi awal. Pengkajian lebih lanjut diperlukan untuk secara lengkap mencari sumber penyebab lain,” ujar manajemen PTAR.
Hingga kini, pemerintah masih mengumpulkan data lapangan sebelum mengeluarkan kesimpulan resmi mengenai kemungkinan keterlibatan aktivitas tambang dalam bencana banjir di Sumatera. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

















































