TEMPO.CO, Jakarta - Bareskrim Polri menerima laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) terkait kasus doxing yang menyasar salah seorang peneliti Diky Anandya. Laporan ini diterima pada Senin siang, 13 Januari 2025.
Berdasarkan surat yang diperlihatkan oleh ICW dan TAUD, kasus ini sudah diterima oleh Bareskrim Polri melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/17/I/2025/BARESKRIM. Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar mengatakan polisi sudah menerima laporan terkait kasus doxing ini. Diky Anandya merupakan peneliti ICW. “Laporan kami sudah diterima oleh SPKT Bareskrim Polri dan selanjutnya akan dilakukan proses penyelidikan oleh penyidik,” kata Tibiko di Mabes Polri, Senin,13 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selaku Tim Hukum dari TAUD, Andri Yunus, mengatakan pihaknya melaporkan peristiwa kasus doxing ini dengan Pasal 67 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sebab doxing itu membuat data pribadi Diky Anandya tersebar hingga berujung pada ancaman pembunuhan.
“Laporan kami terima setelah prosesnya hampir 4 jam. Awalnya kami mengusulkan ada 2 Undang-Undang yang dikenakan terhadap peristiwa ini. Tapi setelah berdiskusi, maka diputuskan hanya memakai satu saja,” ujar Andri didampingi Tibiko.
Andri menegaskan pihaknya tidak melaporkan akun media sosial yang menyebar data pribadi Diky Anandya itu, melainkan hanya menngadukan peristiwa doxingnya. Sebab menurut Andri, penanganan untuk terduga pelaku merupakan tanggung jawab dari pihak kepolisian.
ICW dan TAUD membawa barang bukti berupa tangkapan layar terhadap konten yang mengunggah data pribadi Diky Anandya di media sosial Instagram. Tangkapan layar ini menjadi dasar penyidik untuk mendalami kasus doxing tersebut.
Alasan Peneliti ICW Kena Doxing
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan Diky Anandya terkena doxing setelah mengkritik Presiden ke-7 Joko Widodo yang masuk dalam nominasi tokoh terkorup versi Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Doxing ini bahkan berujung terhadap ancaman pembunuhan terhadap Diky Anandya dari orang tak dikenal. Sebab nomor telepon Diky sudah tersebar akibat perilaku doxing itu. "Jadi setelah datanya disebar mulai muncul ancaman. Bahkan ada ancaman pembunuhan dan lain sebagainya,” kata Fadhil di Mabes Polri, Jakarta, Senin, 13 Januari 2025.
Menurut Fadhil, tindakan doxing itu tidak bisa dilihat hanya sebagai serangan siber biasa. Dia mewanti-wanti adanya kemungkinan di kemudian hari yang berisiko terhadap keselamatan korban doxing itu.
“Bukan sekadar serangan digital, tapi ini juga harus dilihat sebagai potensi serangan fisik. Sehingga kami meminta perlindungan otoritas ke yang berwenang, dalam hal ini Bareskrim Polri sebagai penegak hukum,” kata Fadhil.
Fadhil menganggap doxing ini harus menjadi catatan yang serius bagi aparat penegak hukum untuk menuntaskan perkara tersebut. Sebab tidak jarang aktivitas doxing ini menjadi kekhawatiran bagi aktivis di masa kini.
Adapun soal Jokowi masuk nominasi tokoh terkorup itu adalah hal yang lumrah dirilis oleh OCCRP. Organisasi ini rutin menerbitkan laporan nominasi setiap tahunnya yang memuat kepala negara atau tokoh berpengaruh lainnya di dunia.
Jokowi berada di urutan ketiga nominasi tokoh terkorup 2024 versi OCCRP setelah Presiden Suriah terguling Bashar al-Assad dan Presiden Kenya William Ruto. Tiga tokoh lain yang masuk daftar yaitu Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina; dan pengusaha asal India, Gautam Adani.