TEMPO.CO, Jakarta - Presiden ketujuh RI, Jokowi, resmi membubarkan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Pengembangan Armada Niaga Nasional atau PT PANN (Persero).
Hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2024 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pengembangan Armada Niaga Nasional yang diteken oleh Jokowi pada Kamis lalu, 17 Oktober 2024.
"Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pengembangan Armada Niaga Nasional yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1974 tentang Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) dalam bidang Pengembangan Armada Niaga Nasional dibubarkan," bunyi pasal 1 aturan itu dikutip Senin, 21 Oktober 2024.
Adapun pembubaran PT PANN dilakukan melalui berbagai kajian serta aspek kinerja perusahaan yang telah dipertimbangkan. Hal tersebut tertuang di dalam pasal 2 PP Nomor 43 tahun 2024, yang mengatakan pelaksanaan likuidasi dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan BUMN, Perseroan, hingga di bidang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Tidak hanya itu, penyelesaian pembubaran PT PANN turut dilakukan paling lambat selama lima tahun. Artinya, sejak perusahaan itu mengajukan restrukturisasi atas utang Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada tahun 2019, maka proses penetapan likuidasi perusahaan itu telah berlangsung.
"Penyelesaian pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pengembangan Armada Niaga Nasional termasuk likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan paling lambat lima tahun terhitung sejak tanggal pengundangan Peraturan Pemerintah ini," bunyi pasal 3 PP Nomor 43 Tahun 2024.
Dikutip dari laman resmi milik PT PANN, awalnya perusahaan itu bernama PT PANN Multi Finance (Persero) yang berdiri pada tahun 1974, dengan tujuan sebagai wahana untuk menyelenggarakan program investasi kapal niaga nasional. Selama 20 tahun, perusahaan itu membeli delapan unit kapal niaga bekas dari eropa, dengan jenis bulk carrier sebanyak satu unit dan general kargo tujuh unit.
Iklan
Namun, pada tahun 1995 sampai 2006 bisnis armada yang dikelola PT PANN Multi Finance justru mengalami kerugian. Hal itu dikarenakan sebanyak 10 unit pesawat jenis Boeing 737-200 yang disewakan ke empat perusahaan penerbangan tidak dapat membayar biaya sewa.
Selain kerugian unit pesawat, kerugian lainnya pun dialami PT PANN Multi Finance yang kala itu sedang membangun sebanyak 31 unit kapal ikan oleh PT Industri Kapal Indonesia (Persero). Namun, perusahaan itu hanya dapat menyelesaikan sebanyak 14 unit kapal ikan. PT PANN Multi Finance akhirnya menanggung biaya pembangunan sebesar Rp 120 miliar dan tidak dapat diserap pasar.
Lebih lanjut, pada tahun 2013, PT PANN Multi Finance mengajukan restrukturisasi usaha melalui spin off, yaitu kegiatan bisnis pembiayaan sektor maritim. Setelah pengajuan itu, PT PANN Multi Finance merubah nama perusahaannya menjadi PT PANN (Persero), yang merupakan induk perusahaan non operatif holding di bidang maritim.
Pada tahun 2019, PT PANN juga mengajukan restrukturisasi atas utang SLA ke Kementerian Keuangan RI. Pengajuan itu, telah disetujui oleh Menteri Keuangan dengan Nomor S-537/MK.05/2019 tentang persetujuan penyelesaian piutang negara terhadap PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero).
Di tahun yang sama, perusahaan yang mengelola di bidang maritim, turut meminta Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) non-tunai dari konversi utang SLA, yang tertuang dalam Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2020.
Pilihan Editor: Sepak Terjang Sri Mulyani yang Kembali jadi Menkeu, Sempat Beda Pandangan soal Anggaran dengan Prabowo