GUNUNGKIDUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tempat hiburan megah di kawasan Pantai Drini, Kapanewon Tanjungsari, Drini Park dijatuhi sanksi denda administratif sebesar Rp147 juta, karena saat sudah beroperasi, ternyata tanpa dilengkapi dengan dokumen persetujuan lingkungan yang sah.
Sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan teguran tertulis kepada pihak pengelola. Lokasi wisata seluas 5,8 hektare itu diketahui telah beroperasi sejak Mei 2024, padahal belum memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang menjadi syarat mutlak bagi kawasan wisata yang berada di zona Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK).
Kepala DLH Gunungkidul, Antonius Hary Sukmono, menegaskan bahwa penindakan ini merupakan bentuk ketegasan pemerintah daerah dalam menegakkan aturan perlindungan lingkungan. “Sanksi denda administrasi sudah kami jatuhkan dan sudah dibayarkan. Tapi itu bukan berarti urusan selesai. Pengelola tetap wajib menyusun dan melengkapi dokumen persetujuan lingkungan sesuai ketentuan,” ujar Hary, Rabu (15/10/2025).
Ia menjelaskan, dasar hukum penindakan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2024 tentang Persetujuan Lingkungan. Regulasi ini memberi mekanisme penyelesaian bagi usaha yang sudah berjalan namun belum memenuhi kewajiban lingkungan.
Menurut Hary, sebelum dijatuhi sanksi, Drini Park sempat mengurus dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Namun, karena lokasinya berada di kawasan karst, maka kewajiban dokumennya meningkat menjadi AMDAL. “Sayangnya, saat proses masih berjalan, mereka sudah buka lebih dulu. Maka dari itu, tidak bisa lagi terbit AMDAL, melainkan harus menyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH),” jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, lanjut Hary, telah memberikan tenggat waktu 90 hari bagi pengelola untuk melengkapi dokumen tersebut. Apabila kewajiban itu tidak dipenuhi, maka pengawasan akan ditingkatkan ke level kementerian. “Kami tidak akan segan melanjutkan prosesnya ke pusat jika kewajiban itu diabaikan,” tegasnya.
Terpisah, pihak manajemen Drini Park melalui Yudyastawa menyatakan siap mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku. Ia mengaku kooperatif sejak awal proses penegakan hukum. “Surat denda kami terima pada 4 Juli 2025, dan keesokan harinya langsung kami bayarkan ke kas negara melalui Dirjen Pajak. Nilainya sekitar 2,5 persen dari total investasi,” ujarnya.
Yudyastawa juga menyebut bahwa pihaknya sejak awal telah memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), namun baru mengetahui kewajiban AMDAL setelah mendapat teguran dari DLH. “Begitu tahu kewajiban itu, kami langsung menyiapkan dokumen DELH. Tebalnya sampai 500 halaman dan sudah kami serahkan ke DLH, tinggal menunggu evaluasi,” ungkapnya.
DLH menegaskan, kasus Drini Park menjadi peringatan bagi seluruh pelaku wisata di Gunungkidul agar tidak menganggap remeh persoalan izin lingkungan. Kawasan pesisir selatan dikenal memiliki ekosistem sensitif dan rawan kerusakan ekologis jika pembangunan dilakukan tanpa perencanaan matang.
“Gunungkidul tidak bisa jadi korban keserakahan bisnis. Kepatuhan terhadap izin lingkungan adalah investasi jangka panjang. Kalau sejak awal tertib, usaha bisa berjalan lancar tanpa masalah hukum,” tegas Hary.
DLH juga memastikan akan memperkuat pengawasan di seluruh destinasi wisata untuk mencegah pelanggaran serupa. Kasus Drini Park, katanya, bukan sekadar sanksi denda, melainkan sinyal bahwa pemerintah serius menegakkan aturan demi menjaga keseimbangan alam pesisir selatan Yogyakarta.
“Jangan anggap kawasan pantai sebagai wilayah bebas. Setiap aktivitas di sana punya konsekuensi hukum dan tanggung jawab ekologis,” tutup Hary. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.