SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM — Suasana dini hari di kawasan Semarang Utara mendadak mencekam. Puluhan remaja dari dua kubu bentrok di Jembatan Boom Lama, Jumat (19/9/2025). Jembatan yang lebih dikenal warga sebagai “Jalur Gaza” itu kembali menjadi arena pertarungan sengit.
Dalam rekaman video yang menyebar luas di media sosial, terlihat para remaja mengacungkan senjata tajam mulai dari celurit, corbek hingga potongan bambu. Ketegangan memuncak saat seseorang memantik bom molotov dan melemparkannya ke arah lawan. Api sempat membakar tiang lampu penerangan jalan sebelum berhasil dipadamkan. Situasi kacau membuat kelompok lawan tercerai-berai sebelum polisi tiba.
Kepala Unit Reskrim Polsek Semarang Utara, Iptu Emut Sumarsono, menyebut tawuran itu lahir dari saling tantang di media sosial. Dua kelompok yang bertikai berasal dari gabungan remaja Kuningan dan Perbalan berhadapan dengan kelompok Bandarharjo. “Dari adu komentar di Instagram berlanjut ke adu senjata tajam di jalanan,” terangnya, Sabtu (20/9/2025).
Polisi bertindak cepat dengan menangkap Y, pemuda asal Bandarharjo yang diduga melempar bom molotov. Ia kini wajib lapor dan diminta membuat surat pernyataan di hadapan orang tuanya. Emut memastikan patroli malam akan diperketat. “Kami patroli hingga dini hari, tetapi mereka bergerak setelah petugas meninggalkan lokasi,” ujarnya. Polisi juga mengimbau orang tua lebih mengawasi aktivitas anak.
Mengapa Disebut Jalur Gaza?
Bentrok dini hari itu kembali membuka ingatan publik pada reputasi Jembatan Boom Lama sebagai “Jalur Gaza”-nya Semarang. Nama julukan tersebut muncul karena seringnya tawuran pecah di lokasi tersebut, mirip citra konflik yang melekat pada kawasan Jalur Gaza di Timur Tengah. Warga lebih cepat mengenali lokasi tawuran jika disebut “Jembatan Jalur Gaza” ketimbang nama resminya.
Ketua Tim Elang Polsek Semarang Utara, Agus Supriyanto, mengungkapkan sebutan Jalur Gaza bukan hal baru. “Warga yang melapor ke kami selalu menyebut Jalur Gaza. Mungkin karena intensitas tawuran di situ sangat sering,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa sekitar lima tahun lalu situasi lebih panas, bahkan hampir setiap malam terjadi bentrok antarkelompok.
Seorang warga Bandarharjo, Narto, juga mengakui jembatan itu dulunya jadi tempat favorit tawuran remaja dari berbagai kampung seperti Barutikung, Perbalan, Kuningan, Panggung, dan Tanjung Mas. “Kalau tawuran pecah, kami dulu sampai menabuh tiang listrik sebagai tanda bahaya,” kenangnya. Suasana kampung kerap tidak kondusif hingga banyak warga berpikir pindah demi masa depan anak-anak mereka.
Meski kini situasi sedikit membaik berkat program pembinaan remaja, pergeseran gaya tawuran dari antarkampung menjadi kubu-kubuan justru membuat masalah semakin rumit. Warga berharap patroli polisi konsisten, dan generasi muda lebih diarahkan ke kegiatan positif. “Sekarang kalau remaja cekcok sudah lebih malu sama orang tua. Itu salah satu faktor yang membuat lebih kondusif,” kata Narto.
Tawuran Jumat dini hari itu membuktikan stigma “Jalur Gaza” belum sepenuhnya hilang. Polisi bersama masyarakat pun ditantang untuk terus bekerja sama agar jembatan penghubung Kuningan–Bandarharjo itu tak lagi jadi simbol kekerasan remaja. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.