BYD dan Tesla Terancam Jadi Korban Terbesar Rencana Tarif Impor Baru Meksiko

2 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BYD dan Tesla diperkirakan akan menjadi pihak yang paling dirugikan dari rencana Meksiko memberlakukan tarif impor sebesar 50 persen untuk mobil dari China. Kebijakan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan pasar kendaraan listrik (EV) yang tengah melesat di negara tersebut, sekaligus memberi keuntungan bagi tiga raksasa otomotif asal Amerika Serikat.

Rencana tarif baru, yang diumumkan Rabu (10/9/2025), berlaku untuk mobil listrik maupun berbahan bakar bensin yang diimpor dari negara-negara tanpa perjanjian perdagangan bebas dengan Meksiko, termasuk Korea Selatan, India, Indonesia, dan Rusia. Namun, analis menilai dampak terbesarnya akan dirasakan oleh produsen mobil listrik asal China.

Selama setahun terakhir, Meksiko telah menaikkan bea masuk untuk EV asal China dari 0 persen menjadi 15 persen. Kini, rencananya naik lagi ke 50 persen. “Ini jelas mengubah peta permainan. Angka 50 persen itu sangat agresif,” kata Eugenio Grandio, Presiden Asosiasi Mobilitas Listrik Meksiko, dikutip dari Reuters, Sabtu (13/9/2025).

Rencana kebijakan tersebut masih harus disahkan oleh Kongres. Namun mayoritas partai penguasa Morena di bawah Presiden Claudia Sheinbaum membuat peluang lolosnya cukup besar.

Menariknya, meski terlihat luas, tarif ini tidak akan banyak memengaruhi General Motors, Ford, dan Stellantis. Berdasarkan dekrit 2003, produsen yang memiliki pabrik di Meksiko tetap boleh mengimpor sebagian kendaraan dari negara non-FTA tanpa bea masuk. Ketiga raksasa AS tersebut memiliki basis produksi di Meksiko, berbeda dengan Tesla dan BYD yang terhambat mewujudkan rencananya membangun pabrik di sana.

Tesla menangguhkan proyek pembangunan pabrik di Meksiko utara sejak tahun lalu, dengan alasan tekanan suku bunga dan melambatnya ekonomi global. Pabrik itu sebelumnya diproyeksikan menjadi yang terbesar di dunia dan menyerap 6.000 tenaga kerja. Sejauh ini, semua Model 3 dan Model Y yang dijual Tesla di Meksiko diproduksi di Shanghai. Menurut Grandio, Tesla kemungkinan masih punya stok cukup di Meksiko untuk sementara, sembari mencari alternatif impor dari pabrik lain.

Sementara itu, BYD sempat mengumumkan rencana mendirikan pabrik di Meksiko pada 2023, tapi kemudian membatalkannya tahun ini karena kekhawatiran politik. Pemerintah Meksiko disebut menolak memberi izin karena takut menimbulkan ketegangan dengan Presiden AS Donald Trump dan merusak hubungan dagang.

BYD mengaku menghentikan proyek tersebut karena ketidakpastian kebijakan perdagangan Trump, sementara Beijing juga menolak risiko transfer teknologi.

Meski begitu, pertumbuhan BYD di Meksiko terbilang eksplosif. Sejak masuk pada akhir 2023, produsen mobil asal China itu menjual sekitar 40.000 unit sepanjang 2024—hampir separuh dari total penjualan mobil listrik dan plug-in di negara itu. Bahkan pada Agustus 2025, BYD mengumumkan penjualan mereka telah berlipat ganda dibanding tahun sebelumnya.

Keberhasilan BYD selama ini ditopang oleh biaya tenaga kerja rendah di China dan subsidi pemerintah yang membuat harganya jauh lebih murah dibanding pesaing. Namun, tarif bea masuk 50 persen dipastikan akan mengguncang strateginya.

China sendiri sudah memperingatkan Meksiko agar “berpikir dua kali” sebelum mengesahkan kebijakan tersebut karena bisa merusak iklim bisnis. Sementara itu, Flavio Volpe, Presiden Asosiasi Produsen Suku Cadang Otomotif Kanada, menilai tarif ini akan disambut baik oleh pemerintahan Trump.

“Satu-satunya pasar yang tumbuh di Amerika Utara adalah Meksiko. Dengan aturan ini, produsen AS bisa lebih mudah bersaing melawan BYD,” ujarnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |