
Oleh : Fahmi Salim, Direktur Baitul Maqdis Institute – Ketua Umum Fordamai
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 13–14 Desember 2025, Istanbul kembali menjadi saksi berkumpulnya suara-suara nurani umat Islam dunia dalam Konferensi Internasional Ketiga Yayasan Amanah Al-Aqsha. Di tengah gempuran normalisasi, pembungkaman tragedi Palestina, dan upaya sistematis menghapus identitas Al-Quds, konferensi ini hadir bukan sekadar sebagai forum ilmiah, tetapi sebagai mimbar kesetiaan, perjanjian moral, dan ribath kesadaran umat.
Konferensi ini mempertemukan para ulama, dai, akademisi, dan pejuang nurani dari berbagai penjuru dunia Islam. Dari mimbar Istanbul, satu pesan menggema: Masjid Al-Aqsha bukan isu lokal Palestina, melainkan tolok ukur kejujuran iman dan kesadaran kolektif umat.
Tulisan ini berusaha memotret, merangkai dan merangkum poin-poin penting dalam sesi pembukaan konferensi yang dihelat di Wow Istanbul Convention Center pada hari Sabtu 13 Desember 2025.
Al-Aqsha: Timbangan Identitas dan Kesadaran Umat
Syaikh Dr. Isham Al-Basyir, Ketua Yayasan Amanah Al-Aqsha, menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah hak murni umat Islam dan menjadi timbangan paling presisi untuk mengukur jati diri dan tingkat kesadaran umat. Ia mengingatkan bahwa ancaman terhadap Al-Quds hari ini tidak lagi terbatas pada perusakan fisik, tetapi telah menjelma menjadi rekayasa kesadaran, penghapusan identitas, dan pengosongan kota dari penduduknya yang setia berjaga (murabithin).
Nada serupa ditegaskan oleh Syaikh Muhammad Al-Ma’mun Al-Qasimi Al-Hasani, Imam Besar Masjid Agung Aljazair. Menurutnya, Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha adalah timbangan kejujuran umat dan medan ujian bagi kehendak kolektifnya. Ia menegaskan bahwa apa yang berlangsung hari ini adalah upaya sistematis untuk memalsukan ingatan sejarah—dan karenanya, diam berarti turut menyumbang pada penghapusan itu.
Gaza dan Al-Quds: Dua Ruh dalam Satu Jasad
Dalam pidatonya, Dr. Isham Al-Basyir menghubungkan secara tegas antara Gaza dan Al-Quds sebagai dua ruh dalam satu tubuh umat. Ia menilai bahwa apa yang disebut sebagai pertempuran “Thufan” tidak dapat dilepaskan dari konteks pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsha. Keteguhan rakyat Gaza, menurutnya, adalah kesaksian hidup bahwa ruh Islam masih mengalir dalam tubuh umat, meski sebagian anggota tubuhnya lumpuh oleh ketakutan dan kompromi.
Pandangan ini diperkuat oleh Syaikh Muhammad Al-Hasan Wald Al-Deddo, yang memperingatkan bahaya memisahkan Gaza dari Palestina, atau Palestina dari umat. Upaya fragmentasi ini, tegasnya, adalah strategi klasik untuk melemahkan perjuangan dan melumpuhkan solidaritas.

7 hours ago
10
















































