JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Banjir Sumatera memang lumayan dahsyat. Selain menimbulkan kerusakan parah, bencana tersebut menimbulkan ratusan korban jiwa dan sebagian besar lainnya belum ditemukan. Sekalipun demikian, pemerintah belum menetapkan banjir yang melanda Sumatera itu sebagai bencana nasional.
Tak pelak, gelombang desakan dari masyarakat terus bermunculan. Koalisi masyarakat sipil Aceh mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan status darurat bencana nasional mengingat kerusakan yang terjadi melanda tiga provinsi sekaligus, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, sejak 25 November 2025. Infrastruktur vital lumpuh, ribuan warga terisolasi, dan korban jiwa terus bertambah.
Nada serupa juga disampaikan anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania. Ia menilai skala bencana itu telah melewati batas wajar untuk ditangani daerah tanpa komando pusat.
“Empati saja tidak cukup. Pemerintah harus segera bertindak dengan kewenangan tertinggi untuk menetapkan status darurat bencana nasional,” ujar legislator Partai NasDem itu dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/11/2025).
Menurut Dini, penetapan status nasional akan membuka ruang bagi langkah-langkah strategis seperti audit lingkungan, penghentian pemberian izin di kawasan rawan, hingga proses hukum bagi pihak-pihak yang dianggap merusak lingkungan.
Ia juga menekankan bahwa bencana yang dipicu Siklon Tropis Senyar bersifat lintas wilayah sehingga membutuhkan satu komando terpadu dari pemerintah pusat. Selain itu, pemulihan jalur logistik khususnya di ruas jalan lintas Sumatera diyakini akan lebih cepat jika mendapat dukungan anggaran negara.
Namun hingga kini, pemerintah pusat masih belum menaikkan status bencana Sumatera ke tingkat nasional. Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menjelaskan alasan pemerintah belum menempuh langkah tersebut. Menurutnya, bencana yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat masih dikategorikan sebagai bencana daerah tingkat provinsi.
Ia menyebut sejak dulu penetapan bencana nasional sangat selektif.
“Cuma dua itu yang bencana nasional. Sementara setelah itu banyak terjadi bencana gempa Palu, gempa NTB kemudian gempa Cianjur (bukan bencana nasional),” kata Suharyanto dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB, Jumat (28/11/2025).
Salah satu pertimbangan penting adalah ambang batas skala korban. Hingga 30 November, jumlah korban jiwa tercatat 442 orang dan 402 orang masih dinyatakan hilang. Korban terbanyak berada di Sumatera Utara dengan 217 meninggal dan 209 hilang. Di Sumatera Barat, 129 orang ditemukan tewas dan 118 belum ditemukan. Sementara itu, Aceh mencatat 96 korban meninggal dan 75 orang masih hilang.
Meski jumlah korban besar, Suharyanto mengungkap bahwa kondisi di sejumlah titik terdampak tidak seburuk gambaran viral di media sosial. Ia mengatakan suasana mencekam yang beredar di dunia maya muncul karena akses komunikasi warga sempat terputus sehingga informasi dari lapangan tidak utuh.
“Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial,” ujarnya.
Suharyanto menegaskan bahwa situasi umum sudah berangsur pulih setelah hujan mereda. “Sekarang yang menjadi hal yang sangat serius tinggal Tapanuli Tengah,” imbuhnya. Daerah lain disebutnya mulai memasuki fase pemulihan meski masih perlu dukungan distribusi logistik dan perbaikan sarana dasar. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

















































