Diberhentikan sebagai Rektor Universitas Pancasila, Marsudi akan Ajukan Gugatan ke PTUN

5 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Marsudi Wahyu Kisworo akan mengajukan gugatan administrasi atas pemberhentian dirinya sebagai rektor Universitas Pancasila ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kuasa hukum Marsudi, Yansen Ohoirat, tengah mempersiapkan barang bukti untuk mengajukan gugatan tersebut.

“Sambil menunggu aduan yang sudah dilayangkan ke Kemendiktisaintek, kami bersiap untuk mengajukan gugatan terhadap SK (Surat Keputusan) Pemberhentian Profesor Marsudi ke PTUN,” ujar Yansen saat dihubungi Tempo pada Ahad, 4 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marsudi Wahyu Kisworo diberhentikan sebagai rektor Universitas Pancasila melalui Keputusan Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Nomor 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025. Surat itu diterima Marsudi pada Senin, 28 April 2025 lalu.

Marsudi mengatakan, sehari sebelum diberhentikan, dia baru pulang dari Malaysia untuk perjalanan dinas. Pada saat masuk kerja pada Senin pagi, dia dipanggil oleh Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila dan diberikan SK pemberhentian.

“Saya menolak semua isi pertimbangan SK itu, karena tiba-tiba,” ujar Marsudi saat ditemui di ruang anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Kamis, 1 Mei 2025.

Marsudi menilai proses pemberhentiannya itu cacat hukum karena tidak melibatkan Senat Universitas. Selain itu, berdasarkan kontrak kerja, dia seharusnya menjabat sebagai rektor UP hingga tahun 2028. “Di kontrak kerja saya jelas tertulis evaluasi dilakukan dua tahun setelah menjabat, ini kan belum,” ujarnya.

Menurut Marsudi, alasan pemberhentian yang disampaikan yayasan terkesan dibuat-buat. Oleh karena itu, dia pun melaporkan dugaan kesewenang-wenangan itu ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) usai menerima SK pemberhentiannya.

Dia menduga pemberhentiannya sebagai Rektor Universitas Pancasila berkaitan dengan keengganannya mengaktifkan kembali eks rektor UP Edie Toet Hendratno sebagai dosen. Pada Juni 2024, dia sempat menolak surat permohonan pengaktifan kembali Edie Toet sebagai dosen di Universitas Pancasila. “Ada beberapa oknum yayasan yang tidak suka dengan itu,” kata dia.

Selain menolak pengaktifan kembali Edie, Marsudi menduga pemberhentiannya berkaitan dengan instruksinya yang mengaktifkan kembali dua pegawai, yang diduga menjadi korban pelecehan seksual Edie, untuk bekerja di Universitas Pancasila. Satu di antaranya sempat dirumahkan, dan seorang lagi dipindahkan ke kampus lain. Keduanya kembali bekerja di Universitas Pancasila tahun lalu.

Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Muhammad Anis membantah semua dugaan tersebut. Ia mengatakan pemberhentian Marsudi tidak ada sangkut pautnya dengan kasus Edie Toet. "Saya tidak melihat ada kaitannya dengan kasus ETH (Edie Toet Hendratno) yang saat ini sedang diproses di kepolisian," ujar dia pada Kamis, 1 Mei 2025.

Anis membeberkan alasan yayasan memberhentikan Marsudi karena ada hubungan yang tidak harmonis dengan yayasan dan fakultas. Keputusan pemberhentian itu, kata Anis, berangkat dari hasil evaluasi kinerja Marsudi yang dilakukan yayasan.

Kasus dugaan pelecehan seksual eks Rektor Universitas Pancasila Edie Toet sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 oleh dua korban. Namun sampai hari ini belum ada kejelasan atas kasus ini. Belakangan ada dua korban baru yang melaporkan Edie Toet ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim) Polri atas kasus serupa. Mereka melaporkannya pada 25 Januari 2025. 

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |