Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) Magister Ilmu Komunikasi UGM kembali hadir dengan edisi ke-26, Kamis (27/11/2025).YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) Magister Ilmu Komunikasi UGM kembali hadir dengan edisi ke-26, Kamis (27/11/2025).
Mengangkat tema “Di Balik Euforia Thrifting: Gaya Hidup, Krisis Lingkungan, hingga Ilusi Keberlanjutan,” acara ini digelar daring lewat Zoom dan disiarkan langsung di YouTube Departemen Ilmu Komunikasi UGM.
Dua pembicara hadir meramaikan diskusi, yaitu Pujia Nuryamin Akbar, Brand Ambassador Sahabat Lingkungan, dan Farhana Nariswari, Puteri Indonesia 2023.
Keduanya membedah fenomena thrifting yang kini digemari anak muda, terutama dari sisi lingkungan, budaya konsumsi, hingga dampaknya terhadap produk lokal.
Ketua Prodi Magister Ilmu Komunikasi UGM, Rahayu, dalam sambutannya mengingatkan bahwa tren thrifting tak bisa hanya dipandang sebagai pilihan gaya hidup hemat atau estetik. Ada persoalan lingkungan besar yang ikut membayangi.
“Industri fashion menghasilkan limbah yang luar biasa besar. Karena itu thrifting perlu dilihat secara lebih kritis agar kita bisa menemukan solusi keberlanjutan yang tepat,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Pujia mengingatkan bahwa kata “thrift” sejak abad ke-14 membawa semangat hidup hemat dan bertanggung jawab. Namun konteks saat ini justru berbeda.
Ia menyoroti budaya overconsumption yang dipicu media sosial. Bahkan, pakaian polyester disebutnya dapat menjadi sumber mikroplastik yang berakhir di laut.
“Thrifting itu bukan solusi utama. Itu pilihan paling akhir. Keberlanjutan bukan soal apa yang kita beli, tapi seberapa sedikit kita membeli,” tegasnya.
Sementara itu, Farhana Nariswari mengungkap fakta mencengangkan soal pakaian donasi yang dikirim negara maju ke negara berkembang.
“Hanya 10 persen yang benar-benar dipakai lagi. Sisanya menjadi beban limbah untuk negara berkembang,” ujarnya.
Farhana juga mengajak publik untuk lebih menghargai produk lokal. Ia menyebut karya perajin Indonesia, dari batik sampai tenun, mempunyai nilai tinggi dan layak dijadikan pilihan utama.
“Kalau mau thrifting, mulailah dari produk lokal. Jangan justru menambah beban lingkungan dari pakaian impor,” sambungnya.
Diskusi berlangsung interaktif dengan pertanyaan seputar greenwashing, fashion sirkular, hingga persoalan impor pakaian bekas ilegal.
Antusiasme peserta menunjukkan tingginya kepedulian generasi muda terhadap isu lingkungan dan masa depan industri kreatif tanah air.
Diskoma berharap diskusi ini bisa mendorong kesadaran baru soal konsumsi yang lebih bijaksana.
Bukan sekadar ikut tren, tetapi memahami dampaknya secara menyeluruh.
Acara ditutup dengan foto bersama dan ajakan untuk terus memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.
















































