TEMPO.CO, Jakarta - Status Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City menjadi salah satu pembahasan dalam rapat dengar pendapat umum Komisi VI dengan warga Pulau Rempang, Senin, 28 April 2025. Proyek ini rupanya tidak tercantum dalam daftar 77 PSN Presiden Prabowo Subianto berdasarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029.
Ketua Komisi VI DPR Nurdin Halid memastikan keluarnya Rempang Eco City dari daftar PSN usai mengecek beleid tersebut. “Jadi, ternyata memang Rempang sudah tidak masuk (daftar PSN),” kata Nurdin dalam forum rapat tersebut, sembari menunjukan salinan dokumen peraturan di tangannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurdin melakukan verifikasi setelah Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, menemukan pemberitaan bertanggal 13 Maret 2025. Dalam artikel tersebut, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait, menyatakan pengembangan Rempang Eco City masih termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sebelumnya, saat dikonfirmasi Tempo, Ariastuty menyebut status PSN Rempang Eco City termaktub dalam Arah Pembangunan Kewilayahan pada Lampiran IV Perpres Nomor 12 Tahun 2025. “Kami berharap, seluruh pihak dapat mendukung penyelesaian Proyek Rempang Eco City yang nantinya dapat memberikan kontribusi terhadap ekonomi Batam,” ujarnya pada Selasa, 11 Maret 2025.
Dalam lampiran IV Pepres Nomor 12 Tahun 2025 tentang sasaran pembangunan Provinsi Kepulauan Riau memang terdapat poin 'Pengembangan Kawasan Terpadu Rempang Ecocity'. Namun, di situ tidak ada keterangannya sebagai PSN.
Tim Advokasi Solidaritas untuk Rempang Edy Kurniawan Wahid berharap segera ada kepastian soal status Rempang Eco City betul-betul keluar dari daftar PSN. “Karena ini sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat,” katanya. Terlebih, kata dia, proyek ini memudahkan mobilisasi aparat untuk melakukan kekerasan.
Tim Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menyatakan, sebelum Rempang Eco City ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), masyarakat hidup rukun dan berkecukupan. Namun, perubahan status ini memaksa mereka mengosongkan lahan tanpa dilibatkan dalam penetapan proyek. "Hasil penyelidikan Ombudsman membuktikan tidak ada musyawarah yang adil dengan masyarakat dalam penetapan proyek Rempang," ujarnya.
Miswadi, warga Rempang yang hadir dalam forum rapat, bercerita bahwa sejak pemerintah menetapkan Rempang Eco City menjadiPSN pada 2023, kehidupan warga berubah. Mereka terancam penggusuran demi investasi. "Kami, selama dua tahun ini diintimidasi oleh kepolisian, TNI, pihak BP Batam, dan PT Makmur Elok Graha (MEG),"ucap Wadi sambil terisak. "Sakit. Hari-hari kami berhadapan dengan mereka."
Wadi juga menyampaikan warga tidak bisa hidup tenang akibat upaya perampasan lahan, seperti pematokan liar tanpa persetujuan masyarakat. Situasi ini beberapa kali memicu kericuhan, salah satunya pada 17–18 Desember 2024, ketika warga penolak Rempang Eco City diserang petugas dari PT MEG. Peristiwa itu bermula setelah warga menangkap seseorang dari perusahaan yang diduga merusak spanduk penolakan. Delapan warga terluka dalam kejadian tersebut. "Kami sakit. Kampung kami diacak-acak, diobrak-abrik," ujar Wadi.
Akan tetapi, Wadi menyatakan warga Rempang memilih bertahan dan konsisten menolak penggusuran. Warga tidak mau pindah meski pemerintah mengiming-imngi ganti rugi. Ia berujar, warga hanya menginginkan kampung halaman mereka tetap ada. “Dipindah dari kampung halaman demi mendapat uang dari investasi, kami tidak mau itu. Kami mau tinggal di kampung kami, mau mati di kampung kami," ucapnya.
Yogi Eka Sahputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Danantara Menaungi 844 BUMN, Rosan: Ada Anak, Cucu, Cicit