Dua Polisi Terlibat Penipuan Jalur Masuk Akpol, Reformasi Polri Hanya Tinggal Janji?

2 hours ago 10
Ilustrasi | freepik

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kapan rencana reformasi institusi Polri akan dilakukan ya? Kalau kelamaan, jangan-jangan praktik seperti ini bakalan makin sering terjadi dan memakan lebih banyak korban.

Pertanyaan itu seolah menemukan relevansinya setelah Polda Jawa Tengah kembali membongkar praktik kejahatan yang menodai integritas rekrutmen calon perwira polisi. Empat orang ditangkap karena memperdaya seorang warga Pekalongan berinisial D, dengan modus mampu “meloloskan” anaknya masuk Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Kerugian korban mencapai Rp 2,65 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan bahwa komplotan ini terdiri atas dua anggota polisi aktif dan dua warga sipil. Polisi yang terlibat masing-masing adalah Aipda Fachrorurohim (41), Kepala SPKT Polsek Paninggaran, dan Bripka Alexander Undi Karisma (38) dari Polsek Doro. Keduanya bertugas di wilayah hukum Polres Pekalongan.

Sementara dua pelaku sipil yang turut bermain adalah Stephanus Agung Prabowo (55), pekerja di bidang keuangan, dan Joko Witanto (44), seorang sopir yang belakangan diketahui menjadi dalang utama penipuan tersebut.

Dalang Penipuan Berkedok Calo Akpol

Dari hasil penyidikan, nama Joko Witanto muncul sebagai otak yang mengatur seluruh rencana. Ia dikenal lihai membangun citra palsu dan memiliki banyak kartu identitas serta atribut instansi negara palsu, mulai dari TNI, BIN, hingga lembaga penelitian aset negara.

“JW ini yang memimpin semuanya. Ia paling banyak menerima bagian dari hasil penipuan,” ungkap Dwi Subagio, Rabu (5/11/2025).

Joko berperan sebagai penghubung dan pengatur strategi, sementara tiga pelaku lainnya menjalankan tugas-tugas pendukung. Mereka bekerja terencana setelah saling mengenal dalam sebuah acara di Semarang. Dari sanalah ide kejahatan ini dirancang.

Aktor dengan Identitas Palsu

Dalam aksinya, Stephanus Agung Prabowo berpura-pura menjadi adik Kapolri, sementara dua anggota polisi aktif berperan sebagai pihak yang menjembatani pertemuan antara korban dan pelaku sipil. Rayuan manis dan nama besar institusi kepolisian digunakan untuk meyakinkan korban bahwa jalur mereka “pasti tembus”.

Pertemuan antara korban dan para tersangka berlangsung beberapa kali di Pekalongan dan Semarang, sejak Desember 2024 hingga April 2025. Korban yang tergiur janji manis itu lantas menyetorkan uang dalam beberapa tahap, baik secara tunai maupun melalui transfer.

“Nama pimpinan kami dicatut hanya untuk menipu korban. Padahal, yang bersangkutan sama sekali tidak ada hubungan keluarga dengan Kapolri,” tegas Dwi.

Korban Sadar Setelah Anak Gagal Seleksi

Drama penipuan ini mulai terkuak ketika anak korban mengikuti tahapan awal seleksi Akpol pada April 2025, tepatnya saat pemeriksaan kesehatan (rikkes). Di tahap itu, anak korban langsung dinyatakan tidak lolos.

Kekecewaan bercampur curiga membuat korban melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025. Setelah laporan diterima, penyidik langsung bergerak cepat dan berhasil mengamankan seluruh tersangka di lokasi berbeda.

Stephanus ditangkap di rumahnya di Pedalangan, Banyumanik, Kota Semarang, sementara Joko dibekuk di kawasan Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur. Dua polisi aktif diamankan oleh satuan internal masing-masing.

Hasil Kejahatan Dibagi, Sebagian Uang Disita

Dari hasil kejahatan tersebut, Joko Witanto menikmati bagian terbesar, yakni Rp 2,05 miliar, sedangkan sisanya dibagi untuk tiga pelaku lain. Saat polisi bergerak, hanya sekitar Rp 600 juta yang masih tersisa dan berhasil disita sebagai barang bukti.

“Uang lainnya sudah digunakan untuk keperluan pribadi masing-masing tersangka,” jelas Dwi.

Keempatnya kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan serta Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum. Di tengah upaya membangun kembali kepercayaan publik terhadap Polri, ulah segelintir oknum seperti ini seolah menjadi batu sandungan yang terus berulang. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |