TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan susunan kabinet yang akan menjabat sebagai menteri dan wakil menteri, yang diberi nama Kabinet Merah Putih. Salah satu yang ditunjuk adalah Edward Omar Sharif Hiariej, atau Eddy Hiariej, sebagai wakil menteri hukum.
Eddy Hiariej sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) di era Presiden Joko Widodo ayau Jokowi. Namun, jabatannya dicopot setelah ia menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 November 2023 terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
Pada 4 Desember 2023, Eddy mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan atas status tersangkanya. Gugatan ini sempat dicabut, kemudian diajukan kembali pada 3 Januari 2024. Hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan tersebut, sehingga Eddy bebas dari status tersangka.
Surat Perintah Penyidikan Belum Keluar
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto tak menyebut alasan KPK belum juga menerbitkan sprindik baru Eddy. "Saya belum terinfo soal itu," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 Oktober 2024.
Sebelumnya, pada Kamis, 9 November 2023, Eddy Hiariej ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap dan gratifikasi. Berdasarkan laporan yang diterima KPK pada Maret lalu, Eddy diduga menerima gratifikasi sebesar Rp7 miliar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa sejak putusan praperadilan hingga saat ini, belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi Eddy Hiariej. “Iya belum, pasca putusan praperadilan,” kata Alex dikonfirmasi Tempo, Senin, 21 Oktober 2024.
Alex tidak menjelaskan alasan mengapa pimpinan KPK belum mengeluarkan sprindik baru, meskipun KPK merasa telah memiliki bukti yang cukup untuk menjerat Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Terkait penunjukan Eddy Hiariej dalam susunan kabinet Presiden Prabowo Subianto, Tessa menyatakan bahwa KPK tidak memiliki wewenang atas pemilihan menteri atau wakil menteri yang dilakukan oleh Presiden Prabowo.
Sidang Sengketa Pemilu
Iklan
Eddy Hiariej pernah menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Eddy, bersama tujuh orang lainnya, dihadirkan sebagai saksi ahli oleh pihak terkait, yaitu pasangan calon nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Di antara saksi lainnya ada pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Hasbi, dan Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menanyakan surat izin kampus kepada ahli dari kubu Prabowo-Gibran tersebut.
“Pak Eddy, ini Prof. Izin dari kampusnya belum ada, ya?” kata Suhartoyo sebelum Eddy memulai pemaparannya dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis, dikutip dari Antara.
Eddy mengakui bahwa dia tidak meminta izin dari kampus untuk memberikan keterangan sebagai saksi ahli bagi Prabowo-Gibran. “Kami tidak mengajukan izin, jadi memang langsung ke sini,” kata Eddy.
Menurut Suhartoyo, surat izin atau surat tugas dari kampus merupakan bagian dari persyaratan formal untuk menjadi saksi di MK, namun tetap mempersilakan Eddy untuk menyampaikan keterangannya.
“Surat tugas kalau ingin … ya sudah, nanti keterangannya kami yang menilai karena ini bagian dari kelengkapan formal,” ujar Suhartoyo.
SUKMA KANTHI NURANI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | MUTIA YUANTISYA | ANTARA
Pilihan Editor: Prabowo Pilih Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej, Pernah Jadi Tersangka KPK Lalu Maju Praperadilan dan Dibebaskan, Apa Kasusnya?