REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) tengah mendampingi seorang perempuan yang diduga menjadi korban pelecehan seksual. Terduga pelaku adalah pria yang pernah bekerja di Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
LRC-KJHAM mengungkapkan, terduga korban dan terduga pelaku merupakan rekan kerja di LPAI. Dugaan pelecehan seksual yang dialami terduga korban sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah sejak November 2022. Namun hingga tahun ini, kasus tersebut mandek tanpa kejelasan.
Menurut LRC-KJHAM, pada Januari 2023, terduga korban dan saksi lainnya sudah dimintai keterangan. "Pada 21 Agustus (2023) dilakukan gelar perkara kesatu yang dihadiri oleh terduga pelaku, keluarga korban, pendamping, ahli, penyidik, dan unit lain di Ditreskrimum Polda Jawa Tengah. Berdasarkan SP2HP yang dikirimkan tanggal 28 September 2023, hasil gelar perkara kesatu merekomendasikan rencana tindak lanjut penyidik untuk meminta keterangan tambahan terhadap Ketua Umum LPAI atas nama saudara Seto Mulyadi dan meminta keterangan terhadap ahli hukum pidana," kata LRC-LJHAM dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2025).
LRC-KJHAM menambahkan, rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti penyidik. Pada 28 November 2023, Ditreskrimum Polda Jateng melakukan gelar perkara kedua. Gelar perkara tersebut dihadiri pihak-pihak seperti sebelumnya, plus Kompolnas serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI.
LRC-KJHAM mengungkapkan, berdasarkan SP2HP yang dikirimkan tanggal 8 Desember 2023, hasil gelar perkara kedua tersebut penyidik akan mengambil beberapa langkah-langkah berupa: melaksanakan pemeriksaan terhadap ahli bahasa terkait percakapan di aplikasi Line antara pengadu dengan teradu; melakukan pemeriksaan psikologi forensik terkait kondisi psikologi pengadu dan teradu; melaksanakan gelar perkara khusus di Birowassidik Bareskrim Polri.
Pada 12 Juni 2024, dilakukan gelar perkara ketiga yang dilaksanakan di Birowassidik Bareskrim Polri di Jakarta. Pascagelar ketiga, korban juga sudah dilakukan pemeriksaan tambahan.
"Dalam gelar perkara ini, korban, keluarga korban, dan pendamping harus ke Jakarta untuk menghadiri gelar. Dalam gelar ini pun tidak ada kejelasan dan kepastian hukum atas kasus yang digelarkan," kata LRC-KJHAM.
Menurut LRC-KJHAM, tiga gelar perkara yang dilakukan seharusnya menentukan apakah ditemukan unsur pidana. "Pascadilakukan gelar di Juni 2024, kasus ini masih belum ada kepastian. Sehingga pada 30 Januari 2025, pendamping dan keluarga korban bertemu dan berkoordinasi dengan Dirreskrimum Polda Jateng untuk meminta update perkembangan kasus," ucapnya.
"Informasi yang kami dapatkan bahwa penyidik masih menunggu hasil labfor dari metadata yang sudah terkumpul, dan setelah mendapatkan hasil tersebut akan dilakukan gelar perkara," tambah LRC-KJHAM.
Mereka mengungkapkan, karena masih belum ada kejelasan dan kepastian hukum, pada 5 Mei 2025, pendamping dan keluarga korban melakukan audiensi ke Itwasda Polda Jateng. Dalam audiensi tersebut, LRC-KJHAM memperoleh informasi bahwa hasil labfor dari metadata dan rekomendasi dari gelar perkara ketiga sudah dilakukan. Hasilnya pun sudah dikirimkan ke Birowassidik Bareskrim Polri.
"Saat ini pun kami masih menunggu informasi dari Polda Jateng yang saat ini juga menunggu informasi dari Birowassidik Bareskrim Polri terkait rencana dilakukannya gelar perkara keempat di Birowassidik Bareskrim Polri," kata LRC-KJHAM.
LRC-KJHAM mengingatkan kasus kekerasan seksual adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia. Dampak yang dialami korban pun bisa meluas, tak hanya secara fisik dan psikis, tapi juga sosial.
"Kami mendorong Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini Biro Wassidik Bareskrim Polri dan Ditreskrimum Polda Jawa Tengah segera melakukan gekar perkara yang bertujuan memberikan rekomendasi yang memberikan kepastian hukum berupa kelanjutan proses hukum (penyidikan) sebagaimana Peraturan Kapolri (Perkap) No.6 Tahun 2019 dan Perkap No.14 Tahun 2012," ungkap LRC-KJHAM.
Saat dikonfirmasi mengenai kasus tersebut, Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengungkapkan kasus dari terduga korban yang didampingi LRC-KJHAM masih bersifat aduan. "Belum bisa menentukan apakah ada peristiwa pidana atau tidak. Sudah ada 10 saksi dan 11 saksi ahli, sudah beberapa kali dilakukan gelar perkara," kata Dwi.
Dia menambahkan, saat ini pihaknya masih menunggu tim supervisi Biro Wassidik Bareskrim Polri dan rencana gelar perkara di Ditreskrimum Polda Jateng.

6 hours ago
10











































