JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penyidikan kasus kebakaran kantor Terra Drone di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, terus mengerucut dan menempatkan Direktur Utama Terra Drone, Michael Wishnu Wardana, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.
Kepolisian menemukan enam unsur kelalaian fatal yang membuat para karyawan tak mampu menyelamatkan diri saat api melalap ruang kerja pada Selasa (9/12/2025).
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, menjelaskan bahwa masalah utama berakar dari lemahnya manajemen keselamatan perusahaan. Mulai dari ketiadaan standar penyimpanan baterai drone hingga absennya prosedur evakuasi ketika bahaya terjadi.
Kelalaian pertama yang diungkap adalah tidak adanya SOP terkait penyimpanan baterai drone. Kedua, kantor Terra Drone tidak memiliki petugas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Ketiga, karyawan tidak pernah mendapatkan pelatihan keselamatan.
“(Keempat), tidak menyediakan ruang penyimpanan standar untuk bahan mudah terbakar (khususnya baterai drone),” ujar Susatyo dalam konferensi pers, Jumat (12/12/2025). Kelima, kantor tersebut tidak memiliki pintu darurat. Sedangkan kelalaian keenam adalah tidak berfungsinya jalur evakuasi.
Enam poin kelalaian itu membuat para pekerja terjebak ketika api membesar. Sebanyak 22 orang dinyatakan meninggal karena kehabisan oksigen. Menurut Susatyo, Michael sebenarnya memahami karakter baterai Lithium Polymer (LiPo) yang mudah terbakar, namun tetap membiarkan penyimpanan dilakukan tanpa pengamanan.
“Sebagai direktur, tersangka tahu persis risiko baterai LiPo mudah terbakar, tetapi kondisi tetap dibiarkan tanpa standar keamanan,” tegasnya.
Michael telah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (10/12/2025). Ia dijerat Pasal 187 KUHP, Pasal 188 KUHP, serta Pasal 359 KUHP terkait kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa.
Dalam kesempatan yang sama, polisi juga memaparkan penyebab munculnya api berdasarkan keterangan dua saksi kunci. Sebuah baterai berkapasitas 30.000 mAh yang berada dalam tumpukan disebut jatuh dan memicu percikan. Percikan itu langsung menyambar baterai lain yang tertata di lokasi penyimpanan.
“Jadi dari keterangan saksi tersebut, bahwa baterai berukuran 30.000 mAh dalam tumpukan, ada sekitar empat tumpukan, lalu jatuh. Dari sejak jatuh itu, timbul percikan api,” jelas Susatyo.
Ruang penyimpanan baterai itu disebut hanya berukuran 2×2 meter tanpa ventilasi dan tanpa perlindungan standar seperti fireproofing. Bahkan genset turut disimpan di lokasi yang sama, menambah potensi panas berlebih. Polisi juga menemukan tidak adanya SOP pemisahan baterai layak pakai, bekas, dan rusak.
“Semua (baterai) dijadikan satu (di satu tempat),” ujarnya.
Penyidikan turut melebar ke aspek keselamatan gedung. Hasilnya, gedung Terra Drone dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan karena tidak memiliki pintu darurat, sensor asap, proteksi kebakaran, maupun jalur evakuasi memadai. Meski mengantongi IMB dan SLF sebagai bangunan perkantoran, gedung juga dipakai sebagai gudang penyimpanan yang menambah risiko.
Polisi memastikan penyidikan akan terus dilanjutkan untuk mengusut tanggung jawab manajerial dan teknis dalam tragedi yang menelan 22 korban jiwa tersebut. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.


















































