Energi Baru dari Desa-Desa Kapuas Hulu

3 days ago 28

(Beritadaerah-Kolom) Di jantung Kalimantan Barat, Kabupaten Kapuas Hulu membentang seluas lebih dari 31 ribu kilometer persegi, menjadikannya wilayah terluas di provinsi itu. Kawasan ini dikenal sebagai rumah bagi hutan tropis yang masih lebat, sungai-sungai besar yang membelah pedalaman, serta masyarakat desa yang sebagian besar menggantungkan hidup dari hutan dan lahan pertanian. Namun di balik kekayaan ekologinya, Kapuas Hulu menghadapi masalah mendasar: akses energi yang belum merata.

Meski sebagian besar wilayah sudah terhubung dengan jaringan listrik, masih ada 27 desa yang hidup dalam kegelapan ketika malam tiba. Jumlah itu mungkin kecil dibandingkan 251 desa yang sudah teraliri listrik, tetapi kenyataan ini menggambarkan kesenjangan pembangunan yang nyata. Dari sekitar 271 ribu penduduk Kapuas Hulu, tercatat hampir 667 jiwa yang belum merasakan nyala lampu listrik di rumahnya. Rasio elektrifikasi pun masih tertinggal, dengan angka 72,84 persen untuk jaringan PLN dan 83,39 persen jika digabung dengan sumber non-PLN.

Melihat Kapuas Hulu Lebih Dekat

Melihat Kapuas Hulu Lebih Dekat

Ketiadaan listrik bukanlah sekadar soal penerangan. Bagi petani, keterbatasan energi berarti terbatas pula peluang untuk mengembangkan usaha. Mesin penggiling padi atau pengering karet tidak bisa beroperasi secara optimal tanpa listrik. Anak-anak desa pun terhambat dalam belajar karena hanya ditemani cahaya lampu minyak atau lilin. Lebih jauh lagi, kondisi ini mendorong sebagian masyarakat mencari jalan keluar dengan cara yang cepat namun berisiko: mengonversi lahan menjadi kebun kelapa sawit.

Sawit memang menjanjikan pendapatan tunai lebih stabil dibanding karet atau tanaman hutan lainnya. Namun, konsekuensinya adalah hilangnya hutan tropis yang selama ini menjadi penyangga kehidupan. Keanekaragaman hayati terancam, siklus air terganggu, dan target nasional untuk mengurangi emisi karbon semakin sulit tercapai. Di sinilah muncul sebuah gagasan alternatif: bagaimana jika energi justru lahir dari kekayaan hayati lokal, dikelola oleh warga desa, dan memberikan manfaat ganda—baik bagi ekonomi maupun lingkungan?

Bioenergi sebagai Jawaban

Bioenergi adalah energi terbarukan yang bersumber dari biomassa, tanaman minyak nabati, maupun limbah organik. Di Kapuas Hulu, potensinya luar biasa besar. Tanaman seperti jarak pagar, nyamplung, karet, dan tengkawang dapat menghasilkan minyak nabati untuk biodiesel. Limbah pertanian, seperti tongkol jagung, molase, hingga minyak jelantah, juga bisa dimanfaatkan. Bahkan, sisa pengolahan sawit berupa lumpur (POME) memiliki nilai energi jika diolah menjadi biogas.

Dokumen peluang investasi yang dipaparkan DPMPTSP Kabupaten Kapuas Hulu dalam APKASI Otonomi Expo 2025 menunjukkan bahwa setidaknya ada 16 komoditas lokal yang berpotensi dijadikan bahan baku bioenergi, dengan tiga komoditas unggulan: biji karet, nyamplung, dan jarak pagar. Dari ketiganya, karet menempati posisi strategis karena luas kebun karet yang tersebar mencapai 4.289 hektare. Rendemen minyak dari biji karet juga cukup tinggi, berkisar antara 40 hingga 50 persen.

Indikatif Sebaran Tutupan Perkebunan Karet di Kapuas Hulu

Indikatif Sebaran Tutupan Perkebunan Karet di Kapuas Hulu

Model yang ditawarkan adalah pengembangan biodiesel skala kecil berbasis komunitas. Artinya, pengolahan bahan baku dilakukan di tingkat desa, melalui unit usaha milik warga atau BUMDes. Hasil biodiesel bisa digunakan untuk menyalakan pembangkit listrik desa (PLTD), bahan bakar transportasi, hingga kebutuhan rumah tangga. Energi tidak lagi bergantung sepenuhnya pada jaringan besar milik PLN atau perusahaan swasta, melainkan dikelola warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Inilah yang disebut sebagai kedaulatan energi lokal: dari desa, oleh desa, untuk desa.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Manfaat dari skema ini tidak hanya berupa listrik yang menyala. Dampaknya jauh lebih luas. Produksi biodiesel dari biji karet di Kapuas Hulu diperkirakan bisa mencapai 117 ribu liter per tahun. Jumlah tersebut mampu menyuplai listrik untuk 21 desa dalam setahun penuh. Selain itu, proses produksi menghasilkan produk turunan seperti bungkil, gliserol, dan briket. Produk-produk ini bisa dijual atau dimanfaatkan kembali, menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat.

Dari sisi lingkungan, emisi karbon dapat berkurang lebih dari 1.000 ton CO₂eq setiap tahun. Angka ini setara dengan emisi dari 200 mobil yang digunakan setahun penuh. Dengan kata lain, setiap liter biodiesel yang diproduksi di desa bukan hanya menghidupkan lampu, tetapi juga memadamkan risiko perubahan iklim.

Satu Langkah, Seribu Perubahan

Satu Langkah, Seribu Perubahan Kapuas Hulu

Lebih menarik lagi, ada perhitungan sosial ekonomi yang menunjukkan rasio nilai manfaat (Social Return on Investment/SROI) sebesar 5:1. Artinya, setiap satu rupiah yang ditanamkan dalam proyek bioenergi berbasis komunitas menghasilkan hampir lima rupiah dalam bentuk nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan. Lapangan kerja baru pun tercipta, dengan estimasi 8–10 orang per desa serta keterlibatan langsung 100 petani.

Analisis Finansial Menarik bagi Investor

Bagi investor, angka-angka finansial yang ditawarkan cukup meyakinkan. Berdasarkan perhitungan, margin keuntungan berada pada kisaran 23,39 persen. Periode balik modal relatif singkat, yakni 4 tahun 7 bulan. Dalam jangka 10 tahun, nilai bersih proyek (NPV) diperkirakan mencapai Rp1,31 miliar dengan tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar 14 persen.

Jika dibandingkan dengan tren investasi bioenergi nasional, peluang ini selaras dengan arah kebijakan energi terbarukan Indonesia. Data menunjukkan bahwa dari 2014 hingga 2023, total investasi bioenergi mencapai lebih dari USD 6,1 miliar, dengan porsi terbesar pada pembangkit listrik berbasis bioenergi (USD 4 miliar) dan biodiesel (USD 1,97 miliar). Tahun 2023 sendiri mencatat realisasi investasi bioenergi sebesar USD 224 juta, melampaui target USD 220 juta. Dengan tren ini, peluang investasi di tingkat lokal seperti Kapuas Hulu menjadi semakin relevan dan strategis.

Konteks Global Energi Hijau

Kebijakan energi global semakin menekankan transisi dari bahan bakar fosil menuju energi hijau. Uni Eropa, misalnya, mendorong penggunaan bahan bakar nabati melalui Renewable Energy Directive II. Amerika Serikat memberikan insentif pajak untuk produksi biodiesel. Jepang dan Korea Selatan juga tengah memperluas impor biofuel sebagai bagian dari bauran energi mereka.

Indonesia sendiri menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Namun realisasi hingga 2023 masih berada di bawah target, sehingga dorongan terhadap proyek-proyek komunitas seperti di Kapuas Hulu bisa menjadi pelengkap strategi nasional. Selain itu, biodiesel berbasis komunitas yang tidak bergantung pada sawit memberi citra positif di pasar internasional yang semakin kritis terhadap isu deforestasi.

Tantangan di Lapangan

Meski menjanjikan, proyek ini tentu tidak bebas hambatan. Pertama, ketersediaan teknologi pengolahan biodiesel skala kecil harus terjamin. Unit produksi di desa membutuhkan mesin yang sederhana, efisien, dan mudah dirawat. Kedua, mekanisme pendanaan perlu diperkuat, karena masyarakat desa umumnya tidak memiliki modal besar. Oleh karena itu, kemitraan dengan investor, lembaga keuangan sosial, atau program CSR yang berkelanjutan menjadi penting.

Ketiga, ada tantangan dalam rantai pasok bahan baku. Meski kebun karet tersebar luas, harga karet yang fluktuatif bisa memengaruhi minat petani untuk menjual biji sebagai bahan biodiesel. Diperlukan insentif agar petani melihat nilai tambah dalam mengolah hasil samping kebun mereka. Keempat, edukasi dan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi kunci, agar masyarakat benar-benar bisa mengelola unit bioenergi secara mandiri.

Kontribusi terhadap SDGs

Biodiesel berbasis komunitas sejalan dengan banyak Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Penggunaan bahan bakar nabati mendukung Tujuan 13 tentang aksi iklim. Pengolahan biji karet menjadi energi memberi nilai tambah sesuai Tujuan 9 tentang industri, inovasi, dan infrastruktur. Keterlibatan BUMDes mencerminkan kemitraan yang diatur dalam Tujuan 17. Sementara itu, penciptaan lapangan kerja baru serta tambahan penghasilan bagi petani berkontribusi pada Tujuan 8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, serta Tujuan 10 tentang pengurangan ketimpangan.

 Kontribusi Terhadap SDGs Kapuas Hulu

Tidak hanya itu, program ini juga mendukung Tujuan 7 tentang energi bersih terjangkau, Tujuan 6 tentang sanitasi layak melalui pengelolaan limbah, bahkan Tujuan 3 melalui program CSR kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, sebuah inisiatif lokal di Kapuas Hulu dapat memberikan kontribusi langsung terhadap agenda pembangunan global.

Pengembangan ke Pasar Malaysia

Kapuas Hulu bukan hanya daerah pedalaman dengan potensi energi untuk dirinya sendiri. Posisi geografisnya yang berbatasan langsung dengan Malaysia, khususnya Serawak, membuka peluang strategis untuk memperluas pasar biodiesel lintas batas. Jarak yang dekat membuat biaya logistik relatif rendah dibandingkan ekspor ke pulau Jawa atau ke luar negeri yang lebih jauh.

Permintaan biodiesel di Malaysia cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia, konsumsi biodiesel negeri jiran ini pada tahun 2023 mencapai lebih dari 1,2 juta kiloliter, dengan mayoritas berbasis kelapa sawit. Namun, ada tren meningkat terhadap diversifikasi bahan baku untuk mengurangi ketergantungan pada sawit dan memperkuat citra keberlanjutan, terutama untuk ekspor ulang ke pasar Uni Eropa yang menaruh perhatian besar pada isu deforestasi.

Jika produksi awal biodiesel berbasis biji karet di Kapuas Hulu baru mencapai 117 ribu liter per tahun, sebenarnya kapasitas bahan baku yang tersedia memungkinkan ekspansi jauh lebih besar. Dengan total potensi pasokan minyak nabati hingga 2.560 ton per tahun, skala produksi bisa dinaikkan bertahap hingga jutaan liter. Misalnya, jika kapasitas diperluas menjadi 5,6 juta liter per tahun melalui pengoperasian 48 unit produksi desa, omzet yang tercapai pada harga Rp18.000 per liter bisa menembus Rp101 miliar atau sekitar USD 6,4 juta. Pada titik ini, model komunitas tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan desa atau pasar niche di Serawak, tetapi sudah menjadi bisnis energi hijau lintas batas dengan daya saing finansial yang solid. Margin keuntungan yang terjaga di kisaran 23 persen juga memastikan adanya laba bersih tahunan lebih dari Rp23 miliar, cukup untuk menarik minat investor sambil tetap menyalurkan manfaat langsung ke petani karet lokal.

Kapuas Hulu ekspor ke Malaysia

Skala ini masih bisa diperluas jika pasar Malaysia, khususnya Serawak dan Sabah, memperlihatkan minat lebih besar pada biodiesel bebas sawit yang ramah lingkungan. Dengan memperbanyak unit produksi hingga 60–65 desa produsen, volume bisa dinaikkan menjadi sekitar 7,2 juta liter per tahun, menghasilkan omzet lebih dari Rp100 miliar bahkan mendekati Rp120 miliar, atau sekitar USD 7,5 juta. Investasi awal yang diperlukan memang lebih besar, di kisaran Rp370 miliar, tetapi hal itu sebanding dengan peluang jangka panjang untuk menguasai ceruk pasar energi hijau yang terus berkembang. Dengan branding community-based green biodiesel, produk dari Kapuas Hulu tidak hanya menawarkan energi terbarukan, melainkan juga membawa narasi sosial tentang pemberdayaan desa dan konservasi hutan. Inilah yang memberi keunggulan kompetitif dan peluang ekspansi hingga level ASEAN, sekaligus menjadikan Kapuas Hulu pionir energi hijau perbatasan yang sanggup menembus omzet ratusan miliar per tahun.

Skenario ekspor premium ke Malaysia justru lebih efisien. Dengan harga jual Rp18.000 per liter, hanya diperlukan 48 unit produksi untuk menghasilkan 5,6 juta liter per tahun, yang menghasilkan omzet Rp101 miliar atau USD 6,4 juta, serta laba bersih sekitar Rp23,6 miliar atau USD 1,5 juta. Investasi awal yang dibutuhkan pun lebih rendah, yakni Rp288 miliar atau USD 18,2 juta. Kedekatan geografis Kapuas Hulu dengan Serawak menjadikan distribusi lintas batas efisien, sementara branding community-based green biodiesel memberi daya tarik pasar internasional yang semakin kritis terhadap isu deforestasi. Dengan strategi ekspor ini, Kapuas Hulu tidak hanya mampu menyalakan desa-desa sendiri, tetapi juga menembus pasar energi hijau regional dengan skala yang menguntungkan dan berkelanjutan.

Selain keuntungan finansial, ekspor ke Malaysia juga membuka peluang kemitraan lintas batas. BUMDes di Kapuas Hulu bisa menggandeng koperasi energi rakyat di Serawak, sehingga produk biodiesel tidak hanya dijual mentah, tetapi juga bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk transportasi perdesaan, pembangkit listrik kecil, atau bahkan untuk kebutuhan industri sawmill di wilayah perbatasan. Model perdagangan ini akan memperkuat kerja sama ekonomi lintas batas sekaligus menciptakan citra positif bagi Kapuas Hulu sebagai pionir energi hijau perbatasan.

Lebih jauh, posisi Kapuas Hulu bisa menjadi jembatan untuk memasuki pasar regional Asia Tenggara. Malaysia saat ini sudah memiliki jaringan ekspor biodiesel ke Uni Eropa dan Jepang. Dengan memasok dari Kapuas Hulu, biodiesel berbasis karet yang bebas deforestasi bisa dipromosikan sebagai komoditas unggulan dengan daya tawar lebih tinggi.

Masa Depan Investasi Lestari

Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu tidak berhenti pada bioenergi saja. Mereka sedang menyiapkan portofolio investasi lestari di empat sektor lain, pangan, biofarmaka, perikanan, dan ekowisata. Langkah ini menunjukkan visi jangka panjang: menjadikan Kapuas Hulu sebagai pusat inovasi pembangunan berkelanjutan. Riset potensi investasi tengah dilakukan, dan hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk digital berbasis web agar mudah diakses calon investor.

Strategi ini sejalan dengan tren global yang semakin menekankan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance). Investor besar kini mencari proyek yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Kapuas Hulu, dengan proyek bioenergi komunitasnya, berpotensi menjadi model nasional bahkan internasional tentang bagaimana energi terbarukan bisa lahir dari desa-desa terpencil.

Menyalakan Harapan dari Pinggiran Negeri

Narasi Kapuas Hulu pada akhirnya bukan hanya tentang biodiesel atau investasi. Ini adalah cerita tentang keberanian mengambil jalan alternatif, tentang perlawanan terhadap ketergantungan pada sawit, dan tentang tekad untuk menjadikan energi sebagai hak semua orang. Setiap desa yang berhasil menyalakan listriknya melalui biodiesel berarti membuka peluang baru: anak-anak belajar dengan lampu terang, petani memperoleh penghasilan tambahan, dan lingkungan tetap terjaga.

Dari desa-desa di perbatasan negeri, sebuah gerakan lahir. Jika satu desa bisa menyala dengan energi lestari, desa-desa lain pun akan mengikuti. Kapuas Hulu mengirimkan pesan sederhana namun kuat: pembangunan berkelanjutan bukanlah konsep besar yang hanya bisa diwujudkan di kota-kota besar. Ia bisa tumbuh dari akar rumput, dari masyarakat desa yang selama ini dianggap tertinggal, dan dari komitmen untuk menjadikan energi sebagai jalan menuju masa depan yang lebih adil, hijau, dan mandiri.

Dengan begitu, Kapuas Hulu bukan hanya sedang membangun pembangkit listrik baru. Ia sedang menyalakan harapan.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |