TEMPO.CO, Jakarta - FAIR Forward “Artificial Intelligence for All” bersama dengan Prosa.AI, mengembangkan FaktaIklim, sebuah platform berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi misinformasi dan disinformasi Iklim di Indonesia. Inisiatif ini melalui kerja sama Indonesia-German, GIZ Indonesia dengan dukungan Kementerian PPN/BAPPENAS.
Platform open-source ini berupa website dan chatbot dalam Bahasa Indonesia serta bahasa daerah seperti Minangkabau, Bali, dan Bugis dengan informasi yang disesuaikan dengan konteks lokal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Pusat Kecerdasan Artifisial, Institut Teknologi Bandung, Ayu Purwarianti mengatakan, inisiatif pengembangan platform FaktaIklim tidak luput dari inisiatif awal terkait pembangunan data set bahasa daerah untuk mendukung pengembangan berbasis AI yang relevan secara lokal.
Data set tersebut telah diluncurkan pada April 2024 silam dan dipublikasikan pada platform Hugging Face. Dari data set tersebut kemudian dikembangkan menjadi model AI yang mampu mendeteksi disinformasi, serta dilengkapi dengan fitur klasifikasi dan chatbot pada platform daring.
Secara umum, kata Ayu, terdapat tiga metodologi besar yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan FAIR Forward. Masing-masing: metodologi terkait pembangunan dataset; metodologi pengembangan model AI; dan metodologi terkait pengembangan website dan chatbot.
Ayu mengatakan penelitian yang dilakukan ini merupakan salah satu contoh penerapan teknologi AI dalam memerangi kesalahan persepsi di masyarakat mengenai perubahan iklim.
"Teknik yang digunakan adalah melalui perbandingan semantik antara informasi masukan pengguna dengan basis data informasi yang dikembangkan, yang dibangun dari berbagai portal informasi perubahan iklim yang tersedia dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris," kata Ayu dalam workshop di Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025.
Ayu yang juga Chief Scientist of Text Prosa.ai, mengatakan, FaktaIklim bisa dipakai pengguna dengan memasukkan kata kunci seputar iklim di https://faktaiklim.prosa.ai/search secara gratis. “Kami punya website-nya, ada beberapa fitur di mana kita bisa kirimkan informasi yang mau kita cek, lalu AI akan menginformasikan, memberikan respons apakah info ini kemungkinan besar hoaks atau bukan dan memberikan referensi,” ujarnya.
Menurut Ayu, FaktaIklim menggunakan informasi dari lembaga pemerintahan hingga pemberitaan media yang kredibel untuk mengumpulkan data terkait. Pengembang pun mengizinkan pengguna yang hendak memakai data di dalam platform. “Data kami open source. Harapannya, dengan semua data dibuka, banyak peneliti, perusahaan, lembaga pemerintah, atau NGO yang tertarik untuk mengembangkan,” ujarnya.
Dalam mengakses FaktaIklim, selain bahasa Indonesia, juga bisa menggunakan tiga bahasa daerah, yaitu Minang, Bali, dan Bugis. Ayu menyampaikan, tiga bahasa tersebut dipilih karena paling banyak dituturkan masyarakat setelah Jawa dan Sunda. “Platform ini juga bisa menerima query bahasa Inggris. Jadi ini multilingual. User bisa memasukkan input berupa bahasa apa saja. Utamanya di tiga bahasa ini, tambah Bahasa Indonesia,” kata dia.
Product Manager Prosa.ai Mokhamad Wildan Marzuqon menuturkan, pengguna bisa mengakses fitur FaktaIklim melalui Telegram. Pengguna juga dapat melaporkan informasi terkait iklim yang disinyalir sebagai hoaks. “Misal nanti kita ada temuan mungkin di media sosial ataupun di berita terkait isu hoaks yang mungkin belum ada di website-nya (FaktaIklim), kita bisa cek dulu,” kata dia.
Setelah ada laporan itu, pengelola FaktaIklim akan menganalisis informasi, lalu merilis faktanya pada platform tersebut. “Di kemudian hari, misal ada orang yang mencari dengan query atau topik tersebut, dia sudah deteksi sebagai hoaks,” kata Wildan.