TEMPO.CO, Bandung - Lawangwangi Creative Space menghelat pameran tunggal karya Lian Sahar dengan judul Diam yang Bergerak sejak 21 Februari hingga 22 Maret 2025. Sahar kelahiran 1933 telah meninggal pada 2010. Seniman yang berasal dari Kutacane, Aceh itu menghabiskan sebagian besar hidupnya di Yogyakarta.
Mengumpulkan 64 Karya Lian Sahar yang Terserak
Pameran yang dikuratori oleh Heru Hikayat dan M. Dwi Marianto itu menampilkan 64 drawing dan lukisan di atas kertas dengan kategori desain poster, potret, figur, dan abstrak. Sahar mengekspos goresan dan sapuan kuas dengan mengolah garis, bentuk, dan bidang pada karya yang memunculkan kesan dinamis.
Seorang kurator pameran Dwi Marianto menyebut Lian Sahar merupakan seniman yang ikut terstigma politik lantaran dianggap berpihak dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat alias Lekra. Sementara gaya visual dan konsep seni Lian secara umum dapat dikatakan abstrak dan abstrak-ekspresionis yang justru berlawanan dengan seni khas Lekra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyelenggara pameran, ArtSociates dan Lawangwangi Creative Space, mengumpulkan karya-karya Lian Sahar dari Muhammad, dosen pascasarjana Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada yang pernah mengoleksi karya-karya Lian Sahar selama 20 tahun hingga terkumpul ratusan karya drawing, lukisan, poster dan surat-surat. “Garis pada karya Lian Sahar memukau saya hingga saya melihat sosok seniman yang bisa mengeksplorasi karya dwimatra dan trimatra dengan menakjubkan,” katanya lewat keterangan tertulis, Sabtu 22 Februari 2025.
Dia terpukau utamanya dengan pola garis tipis dan tebal. Muhammad mulai menyukai karya Lian Sahar sejak 1994 hingga kenal dekat secara personal dengan sang seniman. Sebanyak 154 karya Lian koleksi Muhammad kini diakuisisi oleh Direktur ArtSociates Andonowati untuk menyelamatkan dari kerusakan akibat serangan rayap. Semasa hidupnya selain menjadi perupa, Lian Sahar juga menjadi desainer serta sempat mengajar desain reklame dan interior di kampus pendidikan negeri yang kini bernama Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Kisah Hidup Lian Sahar
Menurut keterangan Merwan Yusuf, adik kandung Lian Sahar, kakaknya mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan sebagai anggota Tentara Pelajar di masa Revolusi Kemerdekaan. Sebelum kuliah di kampus seni, diduga Lian sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga pendidikan di Seni Rupa Institut Teknologi Bandung.
Tinggal di Yogyakarta, Sahar mendirikan dan mengelola Studio Pualam Timur yang mengerjakan berbagai proyek elemen estetis, antara lain untuk kantor dan kediaman gubernur, kementerian, galeri, serta beberapa tempat lainnya di berbagai daerah. Sejak 1956 dia mulai aktif dalam berbagai pameran seni rupa hingga menggelar pameran tunggal perdana pada 1968 di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura.
Setelah itu pada kurun 1970-1971, Sahar ikut pameran keliling Asia Tenggara, Amerika Serikat, dan Fukuoka di Jepang, kemudian Pameran Besar Seni Lukis Indonesia di Taman Ismail Marzuki pada 1974. Di acara tersebut pada 1976, Sahar mendapat hadiah sebesar Rp 250 ribu sebagai salah satu pemenang lukisan terbaik bersama dengan Ahmad Sadali, Zaini, Oesman Effendi, dan A.D. Pirous. Pameran tunggal terakhir Sahar berjudul Dimana tak Dinama berlangsung di Balai Rupa Tembi, Yogyakarta pada 2006. Sementara pameran bersama terakhirnya berjudul Manifesto di Galeri Nasional Indonesia Jakarta 2008. Kepergian Sahar selamanya meninggalkan seorang istri, B.M. Susanti dan empat orang anak.