Warga mengibarkan bendera Palestina di London, Senin (22/9/2025). Bendera Palestina resmi dikibarkan di luar gedung yang akan menjadi Kedutaan Besar Palestina untuk Inggris di pusat kota London. Pengibaran ini menandai pengakuan resmi Inggris terhadap negara Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, DOHA— Pengakuan negara Palestina merdeka oleh sejumlah negara besar, yang dipimpin oleh Prancis dan Inggris, merupakan momen bersejarah penting dalam sejarah perjuangan Palestina.
Hal ini sekaligus menciptakan harapan nyata untuk mencapai perdamaian yang sesungguhnya, jika negara-negara tersebut memenuhi kewajiban yang dihasilkan dari langkah ini, menurut dua orang analis.
Dalam perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, banyak negara bergegas untuk mengakui Negara Palestina sebagai tanggapan atas kejahatan genosida Israel di Jalur Gaza, dan negara-negara Eropa yang lebih kecil seperti Andorra, Belgia, Luksemburg, Malta, dan San Marino diperkirakan akan bergabung dalam proses ini, sehingga jumlahnya menjadi 11 negara.
Jika negara-negara ini bergabung dengan para pendahulunya, jumlah negara yang mengakui Palestina akan meningkat menjadi lebih dari 150 negara dari 193 negara anggota PBB, menurut statistik AFP.
Menurut Dalal Erekat, seorang profesor diplomasi dan resolusi konflik di Arab American University, momen ini memberikan harapan nyata bagi Palestina untuk mencapai perdamaian sesungguhnya melalui jalur diplomasi setelah bertahun-tahun mengalami kegagalan.
Namun, pergeseran sikap internasional ini tidak dapat dianggap sebagai kemenangan dalam arti yang sebenarnya kecuali jika disertai dengan langkah-langkah serius dan segera untuk menyelamatkan warga Palestina di Gaza dari pemusnahan dan mencegah Israel melahap seluruh wilayah Tepi Barat, kata Erekat, dikutip dari Aljazeera, Senin (23/9/2025)
Di antara langkah pertama yang harus diambil oleh negara-negara yang telah mengakui Palestina atau yang mendukung langkah tersebut adalah menghentikan persenjataan dan membekukan hubungan politik, komersial, dan keamanan dengan Israel, kata Erekat.
Mereka juga harus berhenti memberikan visa kepada semua pemukim Israel, tidak hanya mereka yang mereka gambarkan sebagai pemukim pelaku kekerasan dan sepenuhnya mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh pengadilan internasional terkait para pemimpin Israel, kata akademisi Palestina itu.