Global Sumud Flotilla Hargai Kelegawaan Delegasi Indonesia

1 hour ago 5

Laporan jurnalis Republika Bambang Noroyono dari Tunis, Tunisia

REPUBLIKA.CO.ID, TUNISIA -- Keputusan Indonesia Global Peace Convoy (IGPC) menarik delegasi dari partisipasi Global Sumud Flotilla mendapat penilaian yang positif. Steering Committee Global Sumud Flotilla memuji langkah Indonesia tersebut sementara para relawan, serta para aktivis yang terpilih menjadi peserta pelayaran akbar menembus blokade Gaza itu mengapresiasi keputusan Indonesia itu.

Direktur Sumud Nusantara Nadir al-Nuri, yang merupakan anggota Steering Committee Global Sumud Flotilla mengatakan, keputusan Indonesia menarik diri, demi tetap berjalannya pelayaran membuka koridor kemanusian untuk Gaza itu. Kata Nadir, Indonesia sebagai salah satu delegasi dominan, sekaligus penyumbang kapal terbanyak, memberikan hak partisipasi pelayarannya kepada para peserta dari negara-negara lain yang tak memiliki sumbangsih materil signifikan.

"Ramai orang bertanya tentang keputusan Indonesia yang menarik diri. Tetapi keputusan Indonesia itu adalah keputusan yang sangat strategis," kata Nadir saat ditemui Republika di Dermaga Sidi Bou Said di Tunisia, Senin (15/9/2025). "Dan keputusan delegasi Indonesia itu, membuat orang lain bertanya-bertanya kepada diri sendiri apakah sudah memahami betul maksud dari misi menembus blokade Gaza ini," sambung Nadir.

Kata Nadir menjelaskan, gelaran konvoi akbar membelah Laut Mediterania untuk membuka koridor kemanusian ke Gaza ini, bukan hanya perkara naik ke kapal-kapal kemanusian, lalu ikut berlayar atau tidak. Nadir mengatakan, semula ada ribuan relawan, dan aktivis kemanusian, termasuk jurnalis dari sedikitnya 45 negara yang ingin turut serta dalam pelayaran itu. Animo yang tinggi dari seluruh dunia itu, tak sebanding dengan ketersedian kapal. IGPC menyumbangkan 5 dari sekitar 41 kapal yang tersedia saat ini.

Kesenjangan antara partisipasi yang tinggi  dengan ketersediaan kapal-kapal tersebut, kata Nadir mengakui sempat membuat frustrasi steering committee. "Semua pesertanya inginkan menaiki kapal. Dan itu membuat keributan yang terjadi di internal steering committee," kata Nadir. Belum lagi, kata Nadir, adanya persoalan politik negara yang dibawa para partisipan, dan motivasi berbeda-beda dari seluruh peserta dalam misi mengakhiri genosida dan kelaparan di Gaza itu.

Muhammad Husein menerangkan soal penarikan delegasi Indonesia dari Armada Sumud Global.

Sebab itu, menurut Nadir, keputusan Indonesia yang menarik partisipasinya itu, memberikan kelonggaran-kelonggaran yang dapat menampung para partisipan dari negara-negara lain. Terutama, kata Nadir, para relawan, dan aktivis kemanusian yang berasal dari negara-negara yang selama ini dicap sebagai kawan akrab Zionis Israel. Dan Indonesia, selama ini dikenal sebagai salah-satu negara yang keras menghadapi dan tak memiliki diplomatik dengan Zionis Israel.

Indonesia dikenal menjadi salah-satu negara pendukung utama masyarakat di Gaza. "Karena itu Indonesia mengambil keputusan yang sangat matang untuk terus bersama-sama dalam misi ini dengan memberikan sumbangan, memberikan dukungan dan sebagainya, tanpa merebut peluang bagi delegasinya untuk menaiki kapal, maka Indonesia sangat dipandang tinggi oleh delegasi negara-negara lain, dan dipandang sangat tinggi oleh steering committee. Di mana peluang delegasi Indonesia itu diberikan kepada delegasi dari negara-negara yang tidak mendukung Palestina, dan negara-negara yang selama ini berat mendukung Zionis Israel," kata Nadir.

Dengan memberikan jatah delegasi Indonesia, dan kapal sumbangan Indonesia kepada partisipan dari negara-negara lain itu, kata Nadir, bakal semakin menguatkan misi menembus blokade Gaza itu. "Peluang delegasi Indonesia itu, kita berikan kepada delegasi-delegasi dari Eropa, agar negara-negara dari masing-masing delegasi itu dapat memberikan tekanan kepada Zionis Israel untuk misi perjuangan kemerdekaan Palestina ini, dan membuka blokade Gaza ini," kata Nadir. Sekaligus, kata dia dengan memberikan hak partisipasi Indonesia kepada delegasi negara-negara Eropa, maupun Amerika itu, dapat lebih menjamin keamanan misi pelayaran akbar menembus blokade Gaza itu.

"Sebab dengan keberadaan mereka di atas kapal, dapat memberikan tekanan kepada Zionis Israel, dan negara-negara masing-masing untuk tetap memberikan hak kepada mereka dalam menyuarakan kemerdekaan Palestina, dan membuka blokade Gaza dari kejahatan dan genosida Zionis Israel ini," begitu ujar Nadir. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |