TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan drastis hingga lebih dari 6 persen dalam penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa, 18 Maret 2025. Penurunan ini memicu penghentian sementara perdagangan saham atau trading halt oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Reaksi BEI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi penurunan tajam IHSG, BEI segera melakukan trading halt pada pukul 11:19 WIB setelah IHSG turun lebih dari 5 persen. Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad menjelaskan bahwa langkah ini diambil sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk menjaga stabilitas pasar.
“Dengan ini kami menginformasikan bahwa hari ini, Selasa, 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5 persen,” kata dia Selasa, 18 Maret 2025.
Kebijakan tersebut diambil sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 per 10 Maret 2020 tentang Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat. Bursa mengatakan perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan.
Direktur Utama BEI Iman Rachman menilai penurunan IHSG dinilai tak wajar. Ia mengatakan perusahaan-perusahaan dalam waktu belakangan ini memiliki kinerja keuangan yang solid. Iman pun merujuk dalam laporan keuangan 2024 yang lebih baik daripada tahun sebelumnya.
“Yang terjadi saat ini lebih bersifat sentiment dan persepsi investor terhadap kondisi makroekonomi Indonesia,” katanya dalam konferensi persi di gedung BEI, Jakarta, Selasa 18 Maret 2025.
Dampak bagi Investor
Kejatuhan IHSG berdampak signifikan bagi investor, baik domestik maupun asing. Analis Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menyebut penurunan ini sebagai anomali dibandingkan bursa regional Asia lainnya, seperti Nikkei (+1,4 persen) dan Shanghai (+0,09 persen). Audi menjelaskan bahwa kekhawatiran terhadap ekonomi Indonesia dan pasar keuangan menjadi penyebab utama.
Investor asing menunjukkan pandangan negatif terhadap pasar Indonesia, dengan Morgan Stanley dan Goldman Sachs yang memangkas rating saham-saham Indonesia. Mereka menyoroti defisit anggaran yang melebar menjadi 2,9 persen dari PDB dan risiko fiskal akibat kebijakan pemerintah. Goldman Sachs bahkan memperkirakan rupiah akan menjadi mata uang terburuk di Asia dalam waktu dekat.
“Morgan Stanley dan Goldman Sachs memangkas rating saham-saham Indonesia, dengan beberapa faktor utama yang mereka soroti, seperti defisit anggaran yang melebar menjadi 2,9 persen dari PDB, risiko fiskal akibat realokasi anggaran dan pendirian Danantara serta ekspansi pembangunan rumah subsidi, serta dampak dari tensi kebijakan tarif yang dapat melemahkan rupiah,” ujar Audi saat dihubungi, Selasa, 18 Maret 2025.
Hingga 17 Maret 2025, investor asing mencatatkan outflow sebesar Rp 26,9 triliun dari pasar saham. Audi mengingatkan bahwa jika aksi jual panik berlanjut, IHSG bisa menembus level psikologis 6.000. Tekanan terjadi di hampir semua sektor, terutama teknologi yang mengalami aksi ambil untung setelah reli sebelumnya. Namun, sektor keuangan masih berpotensi menjadi penopang utama IHSG jika saham perbankan besar mengalami rebound teknis.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance Andry Satrio Nugroho menilai pelemahan IHSG kali ini akan berdampak besar pada investor retail. Menurut catatan BEI hingga akhir 2024, terdapat sekitar 6 juta investor retail dari total 14 juta yang berada di pasar modal.
Jika investor retail merugi, sambung Andry, artinya nanti akan ada banyak tekanan kepada masyarakat dengan ekonomi kelas menengah. Terutama, jika harga saham yang turun telah mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
“Kalau terlalu banyak orang mengalami kerugian di pasar saham, mereka bisa mulai menahan belanja yang pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan ekonomi domestik,” kata Andry.
Vindry Florentin, Dinda Shabrina, dan Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.