TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Menteri PKP) Maruarar Sirait mengaku kesulitan mendatangkan investasi untuk merealisasikan program 3 juta rumah per tahun.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyebut persoalan ini tidak semata-mata disebabkan kondisi ketidakpastian perekonomian global. Ia berujar, melambatnya kondisi perekonomian dalam negeri turut menjadi faktor penghambat.
“Tampaknya, hal yang paling menentukan keputusan mereka (investor) untuk berinvestasi adalah soal daya beli masyarakat,” kata Awalil kepada Tempo, Senin, 5 Mei 2025.
Secara data, backlog perumahan—kesenjangan antara jumlah rumah yang terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan—di Indonesia memang masih tinggi. Bahkan, teranyar, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengatakan backlog perumahan kini mencapai 15 juta. Angka ini melonjak bila dibandingkan data yang selama ini disampaikan ke publik, yakni antara 9,9 juta dan 12 juta.
Akan tetapi, Awalil menuturkan, tingginya backlog perumahan bukan hal yang dihitung investor. Sebab, backlog tidak cukup hanya dilihat dari sisi penawaran atau rumah yang dibangun. Hal yang lebih penting adalah dari sisi permintaan. “Permintaan ini menyangkut daya beli, bukan sekadar kebutuhan. Yang dihitung investor bukan butuhnya, tetapi permintaannya,” ungkap Awalil.
Sementara itu, Awalil menambahkan, saat ini daya beli masyarakat cenderung melemah. Salah satu penyebabnya adalah fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih terjadi di sejumlah sektor indusrti. Persoalan lainnya adalah melemahnya perekonomian nasional. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 hanya menyentuh 4,87 persen year on year, sebagaimana diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Data ini menunjukan perlambatan bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 yang mencapai 5,02 persen year on year.
“Kalau pun mereka berinvestasi nantinya, mereka akan menghitung apakah daya beli itu terbantu kebijakan pemerintah. Misalnya, semacam subsidi atau apapun bentuknya, yang memadai agar harga bisa menjadi lebih terjangkau,” kata Awalil.
Kedua hal itu pun, menurut Awalil, tidak cukup menjadi perhitungan investor asing untuk menanamkan modal dalam program 3 juta rumah per tahun. Ia berujar, investor asing akan memperhitungkan faktor lain, seperti konsistensi kebijakan. “Begitu pula dengan prakiraan nilai tukar rupiah, mengingat mereka akan bawa valas, dan menjual rumah dengan harga rupiah,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Maruarar Sirait menyampaikan kesulitan mencari investasi untuk program 3 juta rumah saat rapat bersama Komisi V DPR pada Rabu, 30 April 2025. Saat itu, ia mengatakan sudah menjajaki peluang dengan sejumlah investor tetapi belum ada yang tertarik berinvestasi. “Kami berusaha tapi maaf belum sesuai harapan, belum ada yang berhasil, konkret belum. Saya apa adanya gitu,” kata Politikus Partai Gerindra yang akrab disapa Ara itu.
Adapun beberapa calon investor yang sudah diajak berkomunikasi, yakni Ooredoo dari Qatar dan Standard Chartered dari Singapura. Dari semua pihak tersebut, kata Maruarar Sirait, belum ada kesepakatan konkret soal investasi pada program 3 juta rumah. Padahal, menurut dia, keberhasilan program 3 juta rumah bergantung pada investor.
Maruarar Sirait pun menetapkan target internal bagi jajarannya di Kementerian PKP. Ia menyebutkan Dirjen Perumahan Perkotaan ditargetkan menarik investasi sebesar Rp 5 triliun, begitu pula Dirjen Perumahan Pedesaan.
Selain itu, ia menggandeng pelaku usaha melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung pembangunan dan renovasi rumah rakyat. Hingga kini, Ara mengklaim dukungan CSR yang terkumpul disebut telah mencapai Rp500 miliar.