Israel Serang Gaza Usai Gencatan Senjata Ditunda, Sedikitnya 8 Orang Tewas

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat tempur dan artileri Israel menyerang Jalur Gaza utara pada Ahad 19 Januari 2025 dan petugas medis Palestina mengatakan delapan orang tewas tak lama setelah Israel dan Hamas melewatkan tenggat waktu gencatan senjata. Seperti dilansir Reuters, kesepakatan ini diharapkan membuka jalan untuk menghentikan konflik paling menghancurkan di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir.

Juru bicara militer Israel mengklaim bahwa pesawat dan artileri mereka menyerang "target teror" di Gaza utara dan tengah, dan bahwa militer akan terus menyerang jalur itu selama Hamas tidak memenuhi kewajibannya di bawah gencatan senjata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Layanan Darurat Sipil Palestina mengatakan bahwa setidaknya delapan orang tewas dalam serangan Israel dan puluhan lainnya terluka. Petugas medis melaporkan tank menembaki daerah Zeitoun di Kota Gaza. Serangan udara dan tembakan tank Israel juga menghantam kota utara Beit Hanoun, membuat penduduk yang telah kembali ke sana untuk mengantisipasi gencatan senjata, melarikan diri.

Penundaan gencatan senjata dan kekerasan terbaru terjadi setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta saat satu jam sebelum batas waktu pukul 8.30 pagi waktu setempat, agar Hamas memberikan nama tiga sandera yang akan dibebaskan pada Ahad sebagai bagian dari perjanjian.

Hamas mengatakan pihaknya berkomitmen pada gencatan senjata tetapi sejauh ini tidak dapat memberikan daftar sandera karena "alasan lapangan teknis", tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Kesepakatan gencatan senjata dapat membantu mengakhiri genosida Israel di Gaza, yang dimulai setelah kelompok pejuang Palestina Hamas, yang menguasai wilayah pesisir kecil itu, menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.139 orang, menurut Israel.

Serangan balas dendam Israel menghancurkan Jalur Gaza, menewaskan hampir 47.000 warga Palestina yang mayoritas perempuan dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan Gaza. Genosida itu juga memicu konfrontasi di seluruh Timur Tengah antara Israel dan musuh bebuyutannya Iran, yang mendukung Hamas, serta para pendukung Palestina di sejumlah negara seperti Lebanon, Yaman dan Suriah.

Sirene serangan udara yang berbunyi di daerah Sderot di Israel selatan telah menjadi alarm palsu, kata militer Israel dalam sebuah pernyataan terpisah.

Di kota selatan Khan Younis, beberapa suara tembakan perayaan dan sorak-sorai terdengar pada pukul 8.30 pagi waktu setempat ketika gencatan senjata dimaksudkan untuk berlaku.

Pasukan Israel telah mulai menarik diri dari daerah-daerah di Rafah Gaza ke koridor Philadelphi di sepanjang perbatasan antara Mesir dan Gaza, media pro-Hamas melaporkan pada Minggu pagi.

DAFTAR SANDERA

Permintaan Netanyahu untuk daftar tiga sandera pertama, yang akan dibebaskan dalam beberapa jam setelah gencatan senjata, datang satu jam sebelum tenggat waktu.

"Perdana menteri menginstruksikan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) bahwa gencatan senjata, yang seharusnya mulai berlaku pada pukul 8.30 pagi, tidak akan dimulai sampai Israel memiliki daftar korban penculikan yang dibebaskan yang telah dijanjikan untuk diberikan Hamas," kata kantornya pada Ahad.

Hamas mengatakan penundaan itu "teknis" tetapi nama-nama sandera dapat segera dirilis.

Perjanjian gencatan senjata tiga tahap mengikuti negosiasi berbulan-bulan yang ditengahi oleh Mesir, Qatar dan Amerika Serikat, dan datang tepat menjelang pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump pada Senin 20 Januari.

Tahap pertamanya akan berlangsung selama enam minggu, di mana 33 dari 98 sandera yang tersisa - wanita, anak-anak, pria di atas 50 tahun, yang sakit dan terluka - akan dibebaskan sebagai imbalan atas hampir 2.000 tahanan dan tahanan Palestina.

Mereka termasuk 737 tahanan pria, wanita dan remaja, beberapa di antaranya adalah anggota kelompok militan yang dihukum atas serangan yang menewaskan puluhan orang Israel, serta ratusan warga Palestina dari Gaza yang ditahan sejak dimulainya perang.

Tiga yang pertama adalah sandera wanita yang diperkirakan akan dibebaskan melalui Palang Merah pada Ahad. Sebagai imbalan untuk masing-masing, 30 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel akan dibebaskan.

Di bawah ketentuan kesepakatan, Hamas akan memberi tahu Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di mana titik pertemuan akan berada di dalam Gaza, dan ICRC diperkirakan akan mulai berkendara ke lokasi itu untuk mengumpulkan sandera, seorang pejabat yang terlibat dalam proses tersebut mengatakan kepada Reuters.

MENGAKHIRI PERANG?

Setelah pembebasan sandera Ahad, pemimpin negosiator AS Brett McGurk mengatakan, kesepakatan itu menyerukan empat sandera wanita lagi untuk dibebaskan setelah tujuh hari, diikuti dengan pembebasan tiga sandera lebih lanjut setiap tujuh hari setelahnya.

Tim Presiden AS Joe Biden bekerja sama dengan utusan Trump di Timur Tengah Steve Witkoff untuk mendorong kesepakatan itu berhasil.

Ketika pelantikannya mendekat, Trump telah mengulangi tuntutannya agar kesepakatan dilakukan dengan cepat, memperingatkan berulang kali bahwa akan ada "neraka yang harus dibayar" jika para sandera tidak dibebaskan.

Tetapi apa yang akan terjadi selanjutnya di Gaza masih belum jelas karena tidak adanya kesepakatan komprehensif tentang masa depan pascaperang di Gaza, yang akan membutuhkan miliaran dolar dan bertahun-tahun kerja untuk membangun kembali.

Dan meskipun tujuan yang dinyatakan dari gencatan senjata adalah untuk mengakhiri perang sepenuhnya, itu bisa dengan mudah terurai.

Hamas, yang telah menguasai Gaza selama hampir dua dekade, telah bertahan meskipun kehilangan kepemimpinan puncaknya dan ribuan pejuang.

Israel telah bersumpah tidak akan membiarkan Hamas kembali berkuasa dan telah membersihkan hamparan besar di dalam Gaza, dalam langkah yang secara luas dilihat sebagai langkah menuju pembersihan etnis Palestina di utara Gaza, yang akan memungkinkan pasukannya melakukan invasi di wilayah itu.

Di Israel, kembalinya para sandera dapat meredakan kemarahan publik terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemerintahan sayap kanannya atas kegagalan keamanan 7 Oktober yang menyebabkan satu hari paling mematikan dalam sejarah negara itu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |