TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menunjuk Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia dalam pengumuman jajaran menteri di Istana Negara Jakarta, pada Ahad malam, 20 Oktober 2024. Pos kementerian ini adalah pecahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Nama Natalius Pigai mulai dikenal luas ketika menjabat sebagai Komisioner Komisi Nasional HAM (Komnas HAM). Pigai menjadi komisioner lembaga tersebut untuk periode 2012-2017. Namun, jauh sebelum bergabung dengan Komnas HAM, Pigai sudah mulai terlibat di pemerintahan sejak masa awal reformasi. Pada tahun 1999, pria kelahiran Paniai, Papua, 25 Desember 1975, ini pernah menjadi Staf Khusus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dari tahun 1999 hingga 2004.
Sebelum terlibat di pemerintahan, Pigai sempat aktif di sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Pigai tercatat pernah menjadi staf di Yayasan Sejati pada 1999-2002 dan Ketua Lembaga Studi Renaissance dari 1998-2002.
Natalius Pigai sempat menjadi kontroversi ketika menyatakan bahwa Prabowo bersih dari dugaan pelanggaran HAM. Hal tersebut disampaikan Pigai saat masa kampanye Pilpres 2024.
"Hasil penyelidikan Komnas HAM sampai hari ini, dan saya sudah baca, nama Prabowo tidak ada dalam kesimpulan dalam kasus itu sebagai orang yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Pigai saat konferensi pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin, 11 Desember 2023, seperti dikutip Antara.
Pigai mengatakan pihak yang menyebut Prabowo sebagai pelaku pelanggaran merupakan bentuk penghinaan dan kejahatan verbal. “Kalau ada yang menyebut Pak Prabowo sebagai pelaku kejahatan masa lalu, maka itu verbal violence, kekerasan verbal, atau hate speech,” katanya.
Selain itu, ia menyebut bahwa nama capres lain yang ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 juga tidak masuk dalam daftar nama yang diduga sebagai pelaku pelanggaran HAM. “Itu artinya bahwa nama Prabowo tidak ada. Berarti baik Prabowo, Ganjar, maupun juga Anies sama-sama clear dan bersih,” katanya.
Iklan
Masyarakat sipil menilai Prabowo Subianto sebagai orang yang harus bertanggung jawab terhadap pelanggaran HAM penculikan sejumlah aktivis pada 1997-1998. Saat itu, Prabowo menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Menurut catatan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) ada 13 orang yang hilang dan tak diketahui rimbanya hingga saat ini. Empat diantaranya adalah para aktivis Partai Rakyat Demokratik yaitu: Wiji Thukul, Bima Petrus, Herman Hendrawan, dan Suyat.
Akibat aksinya ini, Prabowo sempat diperiksa oleh tim yang dikenal dengan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beranggotakan jenderal-jenderal senior. Mereka adalah Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo sebagai ketua dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dewan Kehormatan Perwira akhirnya memutuskan untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari dinas militer.
Meskipun demikian, Prabowo Subainto memang belum sempat diadili secara hukum dalam kasus ini. Rekomendasi DPR pada 2009 agar pemerintah membentuk pengadilan HAM ad hoc dan mengusut kasus penculikan 13 aktivis yang masih hilang pun tak berjalan hingga saat ini. Pemerintahan Presiden Jokowi justru memilih jalur non hukum dengan membentuk Tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat (PPHAM) melalui Keppres No.17/2022.
Pilihan editor: Jokowi Pulang ke Solo, Tempuh Perjalanan 3,5 Jam Menuju Kediaman di Sumber