INFO NASIONAL - Jakarta, kota dengan sejuta cerita, akan genap berusia lima abad pada 2027. Perjalanan panjang itu menyimpan warisan budaya yang tak ternilai, termasuk seni tradisional Betawi seperti gambang kromong, lenong, dan tanjidor.
Di tengah gegap gempita modernisasi, kesenian menghadapi tantangan besar untuk bertahan. Pegiat seni budaya Betawi berupaya merawat tradisi. Sebab, perjalanan panjang Jakarta harus dirayakan dengan tetap menjaga identitasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aat Sudrajat, pemimpin Sanggar Seni Betawi Bunga Cempedak yang aktif di kawasan Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi (UPK PBB) Setu Babakan, mengatakan regenerasi pemain seni tradisional menjadi tantangan utama. “Anak-anak sekarang jarang yang kenal lenong. Kalau bukan kita yang promosi, siapa lagi?” ujar pria yang dikenal sebagai Uut Lenong itu.
Melalui sanggar, dia mengajak anak-anak muda untuk belajar seni Betawi. “Pelan-pelan dijalani, dari yang awalnya enggak hobi akhirnya keterusan,” kata dia.
Selain melatih anak dan remaja di sanggarnya, Uut Lenong juga aktif merawat seni budaya Betawi di UPK PBB Setu Babakan. Setiap akhir pekan, grup-grup seni budaya ini pentas di Amphitheater dalam kawasan tersebut.
UPK PBB Setu Babakan juga membuka kesempatan kepada para pegawai untuk terlibat aktif dalam seni budaya Betawi. Kawasan tersebut memiliki alat musik Betawi yang cukup lengkap, termasuk gambang kromong. Sejumlah pekerja di PKU PBB Setu Babakan bahkan membentuk grup Gambang Kromong. Uut Lenong menjadi pembina grup tersebut, dibantu instruktur lulusan Institut Kesenian Jakarta, Mohammad Jupri.
Menurut Jupri, kendati cukup sulit mengajak anak muda terlibat aktif merawat seni budaya Betawi, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta saat ini sudah lebih memperhatikan seni budaya Betawi. “Dinas Kebudayaan sering menggelar acara budaya, termasuk di Setu Babakan,” katanya.
Pekerjaan rumah saat ini untuk Pemerintah Provinsi Jakarta, Jupri menambahkan, yakni menyusun program dan melibatkan para ahli etnomusikolog dalam pembinaan kesenian Betawi. Sebagai contoh, pada satu sisi keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang mengajak pemuda di lingkungan setempat berlatih kesenian dan budaya Betawi patut dihargai. Namun karena bersifat sporadis, kegiatan tersebut tampak belum tertata.
“Memang ada kegiatan seni di RPTRA, tetapi belum jelas seperti apa pengembangannya, terutama untuk memastikan ketersediaan pengajar yang kompeten,” kata dia. Salah satu solusinya, pemerintah dapat memperbanyak diskusi dan seminar dengan narasumber etnomusikolog agar pelestarian tersebut lebih terarah.
“Bukan berarti saya menjadi narasumber karena masih banyak etnomusikolog yang lebih senior dan profesional,” ujarnya. Setidaknya, dia menambahkan, kehadiran seorang ahli di bidangnya dapat mengoptimalkan kegiatan berkesenian di sebuah lingkungan.
Adi Pramono, seorang pegawai honorer di PKU PBB Setu Babakan, bergabung dalam grup gambang kromong yang dibimbing oleh Jupri. Adi memilih jadi pemain instrumen kromong dan mengaku tidak ada paksaan untuk ikut berlatih.
“Saya memang tertarik aja, dan ingin bisa main.” Adi, yang tinggal di Pinang Ranti, Jakarta Timur, bahkan berambisi menguasai semua instrumen dalam gambang kromong. “Pelan-pelan, nanti saya pengen bisa semuanya,” ujar Adi.
Sementara itu, Rika Mariana, vokalis di grup tersebut, menyebut keterlibatannya sebagai wujud kecintaan pada budaya leluhur. “Saya ingin masyarakat tahu, ini loh budaya Betawi, jangan dipandang sebelah mata,” katanya.
Sebagai anak muda asli Betawi, Rika juga ingin mengubah stigma yang kerap melekat pada masyarakat Betawi. Ia menyebut anggapan bahwa orang Betawi hanya mengandalkan warisan tanah dan tidak mandiri membuatnya terpacu untuk membuktikan sebaliknya.
“Saya kuliah pakai biaya sendiri hasil dari gaji, dan sudah lulus D3 di Universitas Pamulang,” ujar Rika. Kini, ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta dengan beasiswa. “Saya ingin menunjukkan bahwa anak Betawi bisa mandiri, berprestasi, sekaligus menjaga budaya leluhur,” katanya. (*)