TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberlakukan kebijakan terkait larangan penjualan elpiji 3 kg di pengecer dalam rangka memastikan bahwa subsidi diberikan secara tepat sasaran. Namun, kebijakan tersebut dinilai merugikan perekonomian akar rumput oleh sejumlah pihak.
Mematikan Usaha Pelaku Ekonomi Akar Rumput
Menurut Fahmy Radhi, dosen UGM, larangan terhadap penjualan elpiji 3 kg oleh pengecer merupakan upaya untuk mematikan usaha akar rumput. Selama ini, pengecer yang merupakan pengusaha akar rumput beserta warung-warung kecil mendapatkan manfaat dari penjualan elpiji 3 kg.
“Larangan bagi pengecer menjual elpiji 3 kg mematikan usaha mereka,” kata Fahmy dalam keterangan resmi pada Ahad, 2 Februari 2025.
Dengan melarang pengecer menjual elpiji 3 kg, maka para pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan yang berpotensi memicu peningkatan pengangguran dan kemiskinan.
“Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian elpiji 3 kg dalam jumlah besar,” ujarnya.
Kebijakan untuk mulai menjual elpiji kg oleh penyalur resmi Pertamina melanggar komitmen Presiden Prabowo dan kabinet di bawahnya yang mengatakan akan berpihak pada rakyat kecil, baik pengusaha akar rumput maupun konsumen rakyat miskin.
Fahmy mengungkapkan, “Kebijakan Bahlil itu mematikan pengusaha akar rumput, menyusahkan konsumen rakyat miskin, dan bertentangan dengan komitmen Prabowo.” bagi Fahmy, kebijakan pemerintah melarang pengecer untuk menjual elpiji 3 kg oleh para distributor di akar rumput harus dibatalkan. Presiden Prabowo harus secara tegas menindak kebijakan blunder yang merugikan banyak pihak, utamanya masyarakat menengah ke bawah.
Kesulitan Mendapat Stok Elpiji 3 Kg
Selain memberantas usaha penyediaan elpiji eceran, para pelaku UMKM yang juga merupakan aktor akar rumput ikut dirugikan atas kebijakan tersebut karena timbulnya kelangkaan gas. Para pelaku UMKM cukup sulit mendapatkan stok gas subsidi di lapangan dan mengharuskan mereka mengantre panjang.
"Kalau kemarin di pengecer masih ada. Hari ini tadi beli lagi untuk stok sudah nggak ada," kata Retno, salah seorang pelaku UMKM di Solo yang ditemui Tempo pada Selasa, 4 februari 2025.
Banyak pangkalan yang telah didatangi oleh pelaku UMKM untuk mendapatkan stok gas, namun tidak berhasil memperolehnya. Retno menyatakan bahwa harga gas tidak mengalami perubahan walaupun kebijakan yang diklaim dapat menstabilkan harga gas tersebut sudah berjalan.
Di Pamulang, masyarakat diharuskan mengantre panjang agar mendapatkan stok elpiji 3 kg sebagai modal berjualan. Namun, kebijakan tersebut justru telah memakan korban jiwa karena kelelahan mengantre gas. Seorang warga di Pamulang dikabarkan meninggal dunia ketika ikut mengantre mendapatkan gas untuk usaha warung makan.
"Almarhumah antre gas di salah satu toko penjual gas 3 kg yang tidak jauh dari lokasi rumahnya. Perkiraan 500 meter dari rumahnya, kecapekan sepertinya," kata Ketua RT 001, Saeful pada Senin, 3 Februari 2025. Antrean di Pamulang pada saat penerapan kebijakan tersebut telah mengular panjang sejak pagi hari. Antrean panjang muncul karena stok elpiji 3 kg memiliki jumlah yang terbatas.
Atas rentetan kisruh yang dialami para pelaku ekonomi akar rumput, masyarakat berharap agar pemerintah segera mengatasi kelangkaan elpiji 3 kg dan fenomena antrean panjang yang muncul. Akan tetapi, pemerintah belum memiliki jalan keluar terhadap permasalahan tersebut saat ini.
“Bapak, ibu, semua saudara-saudara saya, mohon kasihkan waktu sedikit saja. Kami selesaikan ini,” kata Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Senin, 3 Februari 2025.
Dani Aswara dan Septia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Jusuf Kalla Bagi Petuah ke Bahlil Caranya Dulu Lakukan Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji