Kabinet Merah Putih Prabowo Didominasi Pengusaha, Begini Kata Pengamat dan Akademisi

3 weeks ago 14

TEMPO.CO, Jakarta - Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto didominasi para pengusaha. Meski bukan pertama kalinya pengusaha bergabung dalam jajaran eksekutif, kehadiran mereka tetap menimbulkan beragam pandangan dari para pengamat politik dan akademisi. Mereka menyoroti beberapa dampak yang mungkin muncul dari fenomena ini.

Kehadiran menteri yang merangkap sebagai pengusaha dalam kabinet Prabowo menimbulkan kekhawatiran terkait potensi konflik kepentingan. Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, menteri yang memiliki latar belakang atau afiliasi dengan dunia bisnis menghadapi risiko besar karena adanya benturan agenda saat menjalankan tugas mereka. “Konflik kepentingan tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik akan berpotensi kuat bermuara pada tindak pidana seperti korupsi,” kata dia, Ahad, 20 Oktober 2024.

Yassar meyakini akan terjadi tarik menarik kepentingan antara upaya mencari keuntungan bagi bisnis pribadi mereka dan tanggung jawab publik yang melekat pada posisi di pemerintahan. Risiko ini semakin besar, terutama bagi menteri yang menangani sektor investasi, bisnis, dan industri. Kekhawatiran semakin meningkat jika menteri tersebut juga memiliki kendali perusahaan atau saham mayoritas di bidang usaha yang terkait dengan kementeriannya.

Ekonom senior Bright Institute, Awalil Rizky, menilai latar belakang sebagai pengusaha bukanlah masalah bagi seorang menteri. Namun, hal tersebut menjadi isu serius ketika kepentingan pribadi sebagai pengusaha mempengaruhi keputusan dan kebijakan mereka sebagai pejabat publik. Karena itu, ia menekankan perlunya adanya kode etik yang jelas dan pengawasan ketat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

Awalil juga menyoroti pentingnya peran DPR dalam mengawasi kebijakan para menteri. Dengan adanya komisi-komisi yang bermitra dengan kementerian, DPR seharusnya bertanggung jawab dalam mengontrol dan mengawasi kebijakan yang diambil. "Jika ada potensi konflik kepentingan atau kebijakan yang merugikan rakyat, DPR harus mengambil tindakan, termasuk memanggil menteri terkait dan membawanya dalam sidang," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics, Mohammad Faisal, menyayangkan dominasi pebisnis dalam kabinet Prabowo. Hal ini dianggap bertentangan dengan pidato-pidato Prabowo yang sering menekankan pentingnya memperkuat pemberantasan korupsi. Prabowo juga pernah memperingatkan calon menterinya agar tidak memanfaatkan jabatan untuk mencari keuntungan, terutama dari APBN.

Iklan

Untuk mencegah konflik kepentingan, Faisal menyarankan agar para menteri melepaskan jabatan mereka di perusahaan. Menurut dia, langkah ini sangat penting mengingat seringnya terjadi tumpang tindih antara peran pengambil kebijakan dan pengusaha di Indonesia.

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan selama ini kebijakan yang dibuat oleh menteri dari kalangan pebisnis cenderung lebih berpihak pada kepentingan pengusaha dan pemilik modal daripada kepentingan rakyat. Hal ini diperkuat dengan banyaknya anggota DPR yang juga berasal dari kalangan pengusaha, sehingga kebijakan yang dihasilkan lebih mengakomodasi kepentingan bisnis.

Ia juga menekankan bahwa menteri yang berasal dari kalangan pengusaha wajib melepaskan jabatannya di perusahaan, baik swasta maupun BUMN, guna menghindari benturan kepentingan. Hal ini sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang melarang menteri merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi perusahaan.

RIANI SANUSI PUTRI | KORAN TEMPO

Pilihan Editor: 5 Tanggapan Pengamat Soal Kabinet Merah Putih yang Jumbo

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |