TEMPO.CO, Batam - Kajian Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah menemukan kehampaan hak di proyek-proyek strategis nasional (PSN) peninggalan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hasil kajian mendesak pemerintahan saat ini untuk tak ragu membatalkan PSN yang jelas merugikan masyarakat. Contoh yang diberikan adalah PSN Rempang Eco City.
Dalam siaran persnya, LHKP PP Muhammadiyah menegaskan bahwa PSN Rempang Eco City terbukti telah memproduksi ketidakadilan dan persoalan serius yang disebabkan pelanggaran penyelenggaraan tata ruang. Baik itu menyangkut aspek hukum, HAM, politik, solidaritas sosial budaya, gap informasi, ataupun krisis lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Buku 'Kehampaan Hak di Balik PSN Rempang Eco City' yang diluncurkan ini memberikan ulasan komprehensif multisektor dan actor-based yang juga menjadi praktik pertahanan politik sehari-hari yang diupayakan warga menghadapi otoritarianisme PSN," kata Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Efendi dalam siaran pers itu, Kamis 23 Januari 2025.
Ia melanjutkan, dokumen risalah kebijakan menggarisbawahi sejumlah hal. Pertama, PSN di Rempang jelas menegasikan politik desentralisasi dan menjebak kuasa politik lokal digerakkan oleh kekuatan oligarki bisnis.
Kedua, kewargaan diamputasi dan dipaksa oleh kuasa administrasi
hukum agraria yang membabat hak-hak konstitusi warga sehingga dikorbankan dan diintimidasi (dikriminalisasi). "Peristiwa pelanggaran hukum dan HAM dinormalisasi sebagai praktik ekonomi politik yang lazim."
Ketiga, relatif absennya kekuatan masyarakat sipil baik yang berbasis sosial, agama, hukum, lokal, mendorong respons jaringan organisasi masyarakat sipil nasional untuk mendampingi masyarakat terdampak PSN. Kehadiran jaringan CSO yang selama ini telah memperjuangkan hak-hak masyarakat Rempang dinilainya telah menambah kekuatan warga untuk menyikapi krisis pada masa mendatang.
Atas Dasar itu, LHKP PP Muhammadiyah menyampaikan tujuh butir desakan berikut:
1. Dalam krisis kewargaan (tidak diakuinya kehadiran warga masyarakat adat di lokasi proyek dengan dalih tanpa sertifikat tanah) harus menjadi perhatian serius dan kondisi yang mendorong urgensi disahkannya RUU Masyarakat Adat secepatnya.
2. Sebagai langkah mitigasi krisis seperti proses relokasi warga, diperlukan penguatan
dukungan psikososial bagi warga, terutama anak-anak yang terdampak konflik. Ini bisa melibatkan keterlibatan lebih lanjut dari organisasi masyarakat sipil dan organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah.
3. Advokasi penegakan keadilan hukum harus terus diperkuat untuk melindungi hak-hak warga secara konstitusional. Ini termasuk memastikan akses warga terhadap bantuan hukum dan mendorong dialog antara berbagai pihak yang terlibat sehingga perlu partisipasi yang bermakna dari entitas masyarakat sipil (CSO).
4. Perlunya pengakuan dan perlindungan hak tanah warga berbasis masyarakat adat, termasuk proses pemetaan yang partisipatif, transparan dan adil sebagai upaya pemajuan kemakmuran bagi rakyat.
5. Pemerintah dituntut memperbaiki koordinasi antar lembaga dan kelompok masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah, untuk mencapai pendekatan yang lebih terpadu dan efektif dalam mengatasi isu-isu yang dihadapi oleh warga Rempang dan lainnya akibat proyek strategis nasional (PSN).
6. Kepada Pemerintah Cina, dan atau Entitas Bisnis Cina yang berinvestasi di Indonesia, PP Muhammadiyah bersama dengan gerakan masyarakat sipil lainnya konsisten untuk menjadikan perlindungan HAM masyarakat Rempang (dan juga Indonesia), perlindungan
lingkungan hidup, serta keanekaragaman hayati sebagai jangkar utama. Seluruh investasi
yang akan melanggar ketiga hal utama tersebut harus dievaluasi dan jika diperlukan dapat dihentikan.
7. Kepada Pemerintah Republik Indonesia agar dengan sungguh-sungguh dan benar-benar berpedoman kepada UUD 1945 sebagai rujukan tertinggi dalam bernegara dan mengelola pemerintahan. Jelas, UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk memberikan perlindungan kepada warga negara tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan asal usul.