Kantong Tipis Tinggi Ambisi

4 hours ago 5

Apa yang terjadi ketika nafsu belanja besar tapi tak punya duit yang cukup? Jika Anda waras, tentu Anda akan memilih belanja yang benar-benar penting. Atau mungkin berhemat atau menunda belanja sama sekali, menunggu sampai anggaran memadai. Pilihan lainnya adalah berutang yang jelas akan membebani Anda di kemudian hari.

Ini yang terjadi pada pemerintah pada hari-hari terakhir ini. Lantaran kas negara kian menipis sementara banyak program yang harus berjalan, pemerintah merencanakan pemangkasan anggaran besar-besaran. Rencana ini sebetulnya sudah menjadi rumor sejak akhir 2024, sebelum kemudian terkonfirmasi dengan penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 pada 22 Januari lalu. Isinya berupa rencana pemangkasan anggaran hingga Rp 306,5 triliun. Inilah langkah drastis Presiden Prabowo Subianto di awal tahun yang bakal berpengaruh pada banyak kepentingan publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inpres Nomor 1 tahun 2025 memerintahkan pemotongan belanja kementerian dan lembaga negara Rp 256,1 triliun dan dana transfer ke daerah Rp 50,59 triliun. Dalam regulasi itu, para menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah wajib memerinci rencana pemangkasan belanja operasional perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan. Anggaran yang tak boleh dipangkas adalah belanja pegawai dan bantuan sosial.

Di tingkat daerah, pemangkasan anggaran berlaku pada kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, perjalanan dinas, hingga honorarium. Dua hari setelah Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terbit, Kementerian Keuangan menerbitkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang berisi 16 pos belanja dan kriteria belanja yang harus dipotong, lengkap dengan persentase pemangkasannya. Belanja terbesar yang dipangkas adalah alat tulis kantor sebesar 90 persen. 

Daftar ini yang kemudian berdampak luas. Betapa tidak, banyak kantor pemerintahan yang terpaksa tutup lebih awal atau mematikan listrik di saat-saat tertentu demi memotong belanja. Perjalanan dinas ke luar negeri sudah pasti tidak ada. Bahkan sejumlah lembaga terpaksa memberhentikan karyawan honorer, seperti yang terjadi pada Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia, dua media milik pemerintah. Dampak lainnya adalah pada sektor usaha tertentu seperti penyedia peralatan kantor atau pemasok penganan rapat, karena order buat mereka pasti akan seret.

Pekan ini Majalah Tempo menurunkan Laporan Utama mengenai pemangkasan anggaran besar-besaran. Sebelum menyusun laporan ini, tim Ekonomi dan Bisnis Tempo mendapatkan banyak cerita soal lobi-lobi dan serangkaian pertemuan membahas rencana pemangkasan anggaran, yang harus dilakukan hanya untuk mengakomodasi satu program: makan bergizi gratis. Program yang awalnya mendapat anggaran Rp 71 triliun ternyata butuh tambahan hingga Rp 100 triliun. Dari mana duitnya jika bukan dari hasil memotong belanja yang dianggap kurang esensial.

Kami menemui sejumlah narasumber yang bercerita bagaimana pergulatan yang terjadi di Kementerian Keuangan dan sejumlah lembaga lain. Tentu saja ada yang merasa ditekan. Namun tak ada yang berani menolak perintah pemangkasan belanja ini. Kami juga mendapatkan informasi soal keadaan keuangan negara lantaran penerimaan pajak yang seret di akhir tahun. Semua informasi ini menggambarkan kegawatan yang tengah melanda Republik. Di sini berlaku peribahasa buah simalakama, tak memangkas belanja kita akan mati namun ketika mengurangi belanja kita mati lebih cepat.

Setelah liputan ini terbit, masih ada informasi yang menarik untuk dicermati. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus Ketua Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad kini meminta para pimpinan komisi di parlemen untuk menunda rapat pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga. Dalam surat bernomor B/1972/PW.11.01/2/2025, Dasco berasalan saat ini pemerintah sedang merekonstruksi anggaran. Artinya, akan ada babak baru dalam drama pemangkasan anggaran demi makan bergizi gratis. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |