Kasus DBD di Sumut Meningkat Signifikan, Kenali Bahaya Demam Berdarah Dengue

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sumatera Utara (Sumut) membuat kabupaten dan kota di wilayah tersebut kini berstatus endemis DBD, terhitung sejak 2023.

Merujuk dari data Dinas Kesehatan Sumut, terdapat 8.963 kasus DBD dengan total 56 kematian sepanjang 2024. Adapun 5 kabupaten/kota dengan kasus tertinggi sepanjang 2024, diantaranya Medan dengan 1.102 kasus, Karo 1.006 kasus, Nias Selatan sebanyak 775 kasus, dan Simalungun sebesar 697 kasus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara untuk angka kematian tertinggi, telah tercatat di Langkat dengan 15 kasus, diikuti Mandailing Natal sebanyak 12 kasus, Simalungun terdapat 9 kasus, Pematangsiantar 5 kasus, dan Serdang Bedagai dengan 4 kasus.

Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan jumlah dua kali lipat daripada tahun sebelumnya. Pada 2023 diketahui kasus DBD tercatat sebesar 4.578, dengan 23 kasus kematian di dalamnya.

Bahaya DBD

Dilansir dari Mayo Clinic, DBD dapat menyebabkan beberapa gejala fisik, seperti pendarahan serius, penurunan tekanan darah tiba-tiba, bahkan berujung pada kematian. Setiap tahunnya, jutaan kasus infeksi demam berdarah dilaporkan di berbagai belahan dunia.

Penyakit demam berdarah paling sering ditemukan di wilayah Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik bagian barat, Amerika Latin, dan Afrika. Meski demikian, wabah lokal juga telah dilaporkan terjadi di Eropa dan wilayah selatan Amerika Serikat. Mengingat dampaknya yang cukup luas, para peneliti terus berupaya keras mengembangkan vaksin yang efektif untuk melawan penyakit ini. Saat ini, di daerah yang menjadi endemik demam berdarah, langkah pencegahan terbaik adalah melindungi diri dari gigitan nyamuk dan mengurangi populasi nyamuk melalui berbagai upaya preventif.

Secara umum, kebanyakan penderita demam berdarah dapat pulih dalam waktu sekitar satu minggu. Kendati demikian, pada kasus yang lebih serius, gejala dapat kian memburuk hingga membahayakan nyawa. Kondisi ini dikenal sebagai demam berdarah berat, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue.

Demam berdarah yang parah terjadi ketika pembuluh darah mengalami kerusakan berkelanjutan dan kebocoran, sementara jumlah trombosit dalam darah menurun drastis. Kondisi ini dapat menyebabkan syok, pendarahan internal, kegagalan fungsi organ, bahkan kematian.

Meski sebagian besar penderita hanya mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala, dalam beberapa kasus, penyakit ini dapat berkembang menjadi kondisi yang serius dan mengancam jiwa. Individu yang pernah terinfeksi demam berdarah sebelumnya memiliki risiko lebih tinggi mengalami bentuk parah dari penyakit ini.

Menurut World Health Organization (WHO), gejala demam berdarah biasanya muncul setelah fase demam mereda. Gejala tersebut meliputi sakit perut hebat, muntah berulang, pernapasan cepat, pendarahan dari gusi atau hidung, kelelahan ekstrem, rasa haus berlebihan, kulit pucat dan dingin, serta kelemahan yang luar biasa.

Penderita yang menunjukkan gejala tersebut harus segera mendapatkan perawatan medis untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Meski dapat sembuh, penderita demam berdarah sering kali merasa lemas selama beberapa minggu setelah masa pemulihan.

Pada tingkat keparahan tertentu, demam berdarah dapat menyebabkan kerusakan organ serius dan pendarahan internal. Penurunan tekanan darah yang signifikan dapat menyebabkan syok dan, dalam kasus yang fatal, kematian.

Selain itu, perempuan yang terinfeksi demam berdarah selama kehamilan berisiko menularkan virus kepada bayinya. Bayi yang lahir dari ibu dengan demam berdarah juga berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi kesehatan, seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, atau gangguan pada perkembangan janin.

Upaya Pencegahan

Dilansir dari Antara, Dinas Kesehatan Sumut Alwi Mujahit Hasibuan menjelaskan bahwa untuk menurunkan angka kasus DBD, diperlukan beberapa langkah pencegahan, seperti melalui pemberdayaan masyarakat dengan Gerakan 1 Rumah 1 Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Program ini bertujuan untuk memberantas sarang nyamuk sehingga tingkat kebebasan dari jentik (ABJ) dapat mencapai lebih dari 95 persen.

Selain itu, Dinkes Sumut mendorong masyarakat untuk menerapkan 3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat wadah penyimpanan air, mendaur ulang barang bekas, serta melakukan tindakan tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kasa pada ventilasi, membersihkan lingkungan, memeriksa tempat penampungan air secara berkala, dan menyimpan pakaian bekas di wadah tertutup.

Dinkes juga mengimbau seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bekerja sama dalam menanggulangi demam berdarah dengue. Program penanggulangan yang berkesinambungan perlu dilaksanakan di tingkat provinsi serta kabupaten/kota. Selain itu, regulasi yang mendukung penanganan DBD juga harus diperkuat untuk memastikan upaya pencegahan berjalan efektif.

"Jika langkah-langkah itu dilakukan, tentu kemungkinan kasus DBD terus meningkat bisa kita hindari," ujar Alwi.

Winda Oktavia turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |