Kata Akademisi hingga Legislator soal RUU ASN

4 hours ago 10

KOMISI II DPR sedang menyiapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara atau RUU ASN. Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan revisi UU ASN akan mengatasi masalah aparatur sipil negara yang tidak netral pada pemilihan kepala daerah atau pilkada.

Politikus Partai NasDem itu menuturkan RUU ASN akan memindahkan kewenangan pengangkatan, pemberhentian, termasuk mutasi bagi eselon II ke atas, ke pemerintah pusat. “Dari pelaksanaan pileg, pilpres, dan pilkada dalam konteks ASN, kita menemukan banyak sekali ketidaknetralan ASN, terutama pada pilkada,” kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 21 April 2025, seperti dikutip dari Antara.

Menurut Rifqi, sapaan akrabnya, ketidaknetralan ASN sering dilakukan terutama oleh pejabat seperti sekretaris daerah atau kepala daerah. Dia mengatakan pejabat-pejabat tersebut sudah dituntut untuk netral pada momen pilkada. Namun, di sisi lain, pejabat-pejabat itu harus menunjukkan loyalitasnya kepada para kepala daerah.

Adapun Wakil Ketua Komisi II DPR Bahtra Banong mengatakan poin penting dari revisi UU ASN yang akan segera dibahas di parlemen adalah agar sistem merit diterapkan dalam jenjang karier ASN dari level daerah ke pusat.

Sebab, kata dia, pengembangan karier ASN di daerah yang memiliki kompetensi bagus selama ini hanya berkutat di level daerah. “Sehingga promosi-promosi jabatan itu tidak terjadi pada mereka. Nah, kami ingin mereka punya kompetensi yang bagus, kualitas bagus, bisa berkarier sampai ke tingkat pusat,” ujarnya di kompleks parlemen pada Kamis, 17 April 2025.

Akademisi: Revisi UU ASN Tak Selesaikan Masalah Netralitas

Menurut Guru Besar Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Pramusinto, usulan perubahan dalam revisi UU ASN perihal kewenangan mutasi atau rotasi jabatan ASN pada tingkat eselon II ke pemerintah pusat tidak menyelesaikan persoalan pelanggaran netralitas ASN.

“JPT (jabatan pimpinan tinggi) pertama akan ditarik ke pusat itu tidak menyelesaikan apa pun,” kata Agus yang hadir secara daring dalam diskusi Forum Legislasi ‘RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN’ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 22 April 2025.

Alasannya, kata dia, sering kali permasalahannya justru terletak pada pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan bukan ASN perseorangan. “Yang bermasalah itu PPK-nya, ketika dia menjadi pegawai pusat, PPK juga masih bisa main-main,” ucap mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) itu.

Dia juga menyoroti mobilisasi ASN yang dilakukan oleh kepala daerah. Sekalipun revisi UU ASN diterapkan, kata dia, yang tetap dirugikan ialah ASN. “Yang penting adalah apakah ketika kepala daerah itu memobilisasi ASN, itu ada sanksi yang serius atau enggak. Kalau tidak ada, maka yang akan jadi korban terus-menerus adalah para ASN,” tuturnya.

Agus menyarankan, apabila UU ASN hendak direvisi kembali oleh DPR, maka hendaknya mengembalikan semangat penguatan KASN sebagai lembaga independen yang mengawasi ASN dan pelaksanaan meritokrasi birokrasi.

Adapun KASN yang awalnya dibentuk pada 2014 kini telah bubar dengan direvisinya UU ASN pada 2023. “Sebelumnya, penguatan KASN dengan penguatan kelembagaan, penguatan SDM, penguatan anggaran, dan juga penguatan keputusan bukan sekedar rekomendasi,” kata dia.

Anggota Baleg DPR: RUU ASN Harus Memastikan Rekrutmen Tak Transaksional

Dalam forum yang sama, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan revisi UU ASN harus memastikan sistem rekrutmen dan alih jabatan ASN tidak transaksional. “Yang perlu kami soroti dalam undang-undang ini adalah justru bagaimana sistem rekrutmen ASN ini perlu ditegakkan jangan sampai menjadi transaksional,” kata dia.

Firman merespons usulan perubahan dalam revisi UU ASN yang akan dapat menarik kewenangan mutasi atau rotasi jabatan ASN pada tingkat eselon II ke pemerintah pusat, untuk menghindari praktik transaksional.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan beberapa kepala daerah tersandung kasus rasuah akibat praktik transaksional jual beli jabatan ASN. “Di beberapa daerah itu contoh yang sudah banyak bupati dan kepala daerah itu menjadi tersangka adalah (karena) rekrutmen ASN itu ditransaksikan,” ujarnya.

Untuk itu, kalaupun UU ASN direvisi untuk kedua kalinya, kata dia, haruslah mengandung semangat pemberantasan korupsi. “Kami sepakat revisi itu mungkin perlu dilakukan, tetapi untuk substansi yang betul-betul menegakkan sistem hukum kita dan kemudian juga bisa memperkecil masalah tindak pidana korupsi,” kata dia.

Anggota Komisi IV DPR itu berpendapat, apabila kewenangan pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN tingkat eselon II ke atas dikembalikan ke pemerintah pusat, maka hal itu bertentangan dengan semangat reformasi yang melahirkan otonomi daerah.

Firman menyangsikan apabila kewenangan tersebut dikembalikan kepada presiden, sebab seorang kepala negara mengemban tugas yang sudah teramat banyak. “Kalau semua sampai ASN pun itu harus presiden, saya melihat apakah beliau punya waktu untuk itu? Padahal presiden memikirkan skala yang lebih besar,” ujarnya.

Dia khawatir proses pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan ASN tingkat eselon II ke atas yang dikembalikan ke pemerintah pusat justru akan tak berjalan optimal dan membuka celah kelemahan dalam prosesnya.

Menpan RB: Usulan Revisi UU ASN Perlu Melihat UU Pemerintahan Daerah

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini mengatakan usulan sentralisasi mutasi perpindahan jabatan ASN ke pemerintah pusat dalam RUU ASN perlu melihat aturan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Dia mengatakan belum mengetahui lebih jauh tentang usulan sentralisasi meritokrasi ASN ke pemerintah pusat itu. Menurut dia, pihaknya masih menunggu proses RUU ASN yang akan dibahas DPR.

“Kalau masalah sentralisasi kaitannya dengan UU Pemda. Jadi kita harus melihat secara komprehensif dari UU Pemda-nya,” kata Rini setelah rapat kerja dengan Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, RUU ASN merupakan RUU usulan inisiatif DPR. Dia mengaku belum mengetahui materi perubahan yang akan dibahas. “Jadi materinya juga saya belum tahu, bisa ditanyakan ke Komisi II atau Badan Legislasi,” kata dia.

Di samping itu, dia mengatakan Kementerian PANRB saat ini sedang menyelesaikan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen ASN. Menurut dia, RPP itu masih membutuhkan pembahasan konsep.

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Reaksi Kemenag dan PBNU atas Temuan Jajanan Anak Mengandung Babi Berlabel Halal

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |