Kecemasan dan Depresi Bisa Turunkan Produktivitas

7 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Depresi dan kecemasan bukanlah kondisi sepele. Psikolog dari UGM, Nurul Kusuma Hidayati, mengatakan  kedua penyakit mental tersebut bisa berdampak terhadap penurunan produktivitas, sehingga berisiko menurunkan kualitas hidup dan menambah beban ekonomi.

"Kecemasan dan depresi bisa membuat seseorang tak produktif. Secara global, kerugian ekonomi akibat depresi dan kecemasan diperkirakan mencapai lebih dari 1 triliun dolar AS per tahun," kata Nurul dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (25/9/2025).

Data skrining kesehatan jiwa nasional dalam program Cek Kesehatan Gratis per 15 Agustus 2025 mencatat, dari 13 juta penduduk yang mengikuti skrining sebanyak 1 persen menunjukkan gejala depresi dan 0,9 persen mengalami gejala kecemasan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan prevalensi global yang berkisar antara 3 hingga 5 persen.

Namun menurut Nurul, rendahnya angka tersebut bukan berarti kondisi mental masyarakat lebih baik. la menilai, stigma dan rendahnya literasi kesehatan mental menyebabkan banyak kasus tidak terdeteksi.

"Gejala sering kali tidak dikenali atau bahkan disembunyikan karena takut dicap negatif," ujar Nurul.

la juga menekankan bahwa faktor penyebab munculnya gangguan psikologis bersifat kompleks dan saling berkaitan, tiddak cukup hanya melihat satu penyebab. Tekanan psikologis, sosial-ekonomi, penyakit kronis, pekerjaan, hingga terbatasnya akses layanan kesehatan jiwa turut berkontribusi.

Nurul menyebut gejala yang tidak ditangani dengan baik berpotensi berkembang menjadi gangguan kronis. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat meningkatkan risiko coping maladaptif, penyalahgunaan zat, hingga bunuh diri.

"Beban psikologis, ekonomi, dan sosial juga makin memperberat individu, keluarga, bahkan masyarakat secara luas," kata dia.

Sebagai langkah pencegahan, Nurul mendorong peningkatan literasi kesehatan mental guna menekan stigma serta memperkuat kemampuan deteksi dini di tingkat rumah tangga maupun layanan primer. la juga mendorong pelibatan tenaga non-spesialis dalam intervensi berbasis bukti. "Penting untuk membangun gerakan promosi dan pencegahan berkelanjutan serta memastikan adanya alur rujukan kesehatan mental yang jelas, baik di sekolah, kampus, maupun tempat kerja," kata Nurul.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |