TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Togar M Simatupang membantah adanya pemecatan yang dilakukan terhadap salah satu pegawai Kemendiktisaintek. Hal ini sebagai respons atas tudingan yang diangkat dalam aksi demonstrasi yang dilakukan ratusan ASN Kemendiktisaintek di pelataran Gedung D kantor Kemendiktisaintek, Jakarta Pusat, Senin pagi, 20 Januari 2025.
“Jadi tidak ada istilah pemecatan ya, yang ada itu adalah apa yang disebut dengan nonaktif untuk tanggung jawab dan posisi yang diemban oleh Neni,” katanya kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin malam, 20 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya ratusan pegawai yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Ditjen Dikti mengadakan aksi damai Senin Hitam yang diklaim sebagai sikap atas pemecatan sepihak yang dilakukan Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro terhadap Pranata Humas Ahli Muda & Pj. Rumah Tangga Kemendiktisaintek Neni Herlina.
Togar menekankan, dalam sistem kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN), terdapat perosedur yang perlu dikuti, termasuk dalam memutuskan penonaktifan pegawai. Ia mengatakan bahwa prosedur yang ia maksud adalah sebuah proses panjang yang diawali dengan adanya pelaporan.
Untuk saat ini, dirinya baru menerima laporan dan belum menindaklanjuti laporan tersebut. Sehingga, Togar menilai tudingan pemecatan yang dilayangkan Neni dan kawan-kawan yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Ditjen Dikti tidak beralasan.
“Untuk itu, walaupun itu mau dilakukan proses, masih panjang prosesnya, jadi itu tidak beralasan. Jadi yang ada adalah bahwa jabatan atau tanggung jawab itu diserahkan kepada orang lain yang lebih kompeten,” katanya.
Setelah menerima laporan, kata dia, perlu dilakukan tahap pengumpulan fakta, pembentukan komite, hingga rapat-rapat yang hasilnya baru akan direfleksikan terhadap kebijakan disiplin ASN yang tertuang dalam PP No. 94 Tahun 2021. Untuk saat ini, proses yang dimaksud Neni, kata Togar, baru sampai di tahap laporan yang ia terima, yang belum ia tindak lanjuti lebih jauh.
“Tapi kan saya belum bertindak, karena saya percaya bahwa ini hanya suatu bentuk komunikasi yang belum bicara hati ke hati. Itu saja,” kata dia. “Jadi tidak ada itu pemecatan, ini baru bentuk laporan,” ujarnya menekankan.
Dia melanjutkan, laporan yang dia terima adalah soal adanya perbedaan ekspektasi terhadap kinerja pegawai yang terjadi seiring dengan proses transisi nomenklatur kementerian. Seperti diketahui, Kemendiktisaintek adalah pemekaran dari Kemendikbudsaintek yang dipecah menjadi tiga kementerian, yakni Kemendikdasmen, Kemendiktisaintek, dan Kementerian Kebudayaan. Menurutnya, pemekaran yang turut dirasakan Kemendiktisaintek saat ini rentan menimbulkan miskomunikasi dan ketidakpastian.
Menurut Togar, istilah ‘pemecatan’ yang digunakan Neni untuk mendefinisikan kejadian yang ia alami merupakan salah satu wujud miskomunikasi yang disebabkan rasa emosional Neni. Namun hal tersebut, kata dia, wajar dirasakan dalam situasi rentan ketidakpastian seperti saat ini.
Untuk saat ini, Kemendiktisaintek menyatakan telah melakukan rekonsiliasi dengan Neni untuk meluruskan hal-hal yang menjadi miskomunikasi. Berdasarkan keterangannya, rekonsiliasi tersebut dilakukan di kediaman Satryo di Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada Senin malam.
“Semuanya sudah dalam pembicaraan yang kekeluargaan dan ternyata itu hanya suatu miskomunikasi, dan suatu bentuk yang saya sebut tadi itu kami sedang dalam kondisi transisi. Jadi situasinya itu memang mudah untuk jadinya emosi,” tutur Togar.
Tempo sudah berusaha menghubungi Neni Herlina untuk meminta keterangan dan konfirmasi melalui pesan tertulis, namun belum ada respons hingga tulisan ini dibuat.