TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bambang Setiaji, tidak sependapat dengan rencana pemerintahan Prabowo Subianto untuk membatasi pembangunan fakultas kedokteran. Bambang mengatakan pembangunan fakultas kedokteran tetap perlu dilakukan, tapi pembangunannya perlu didasari dengan berbagai pertimbangan khusus.
“Jadi, ya, (pembangunan fakultas kedokteran) dibuka dengan terukur,” kata Bambang, Selasa, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang mengatakan permasalahan utama dunia kesehatan di Indonesia adalah terjadinya kekurangan dokter dan rumah sakit, serta tidak meratanya persebaran dokter. Ia berpendapat, pembangunan fakultas kedokteran memang seharusnya dibarengi dengan pembangunan rumah sakit. Karena itu, kata dia, Muhammadiyah mendukung penuh jika pemerintah mendorong pembangunan rumah sakit dan fakultas kedokteran secara merata di seluruh daerah di Indonesia.
Bambang mencontohkan Kalimantan dan Papua yang masih kekurangan rumah sakit dan dokter. Ia mengatakan keberadaan rumah sakit di wilayah tersebut akan membuat rumah sakit memiliki pengalaman lebih banyak dengan kasus-kasus kesehatan daerah setempat.
Keberadaan rumah sakit di suatu daerah bisa menjadi tempat mahasiswa kedokteran melakukan program magang untuk mengenal permasalahan kesehatan di daerah sekitarnya. Pertimbangan itu yang menjadi landasan Bambang tetap mendukung pembangunan fakultas kedokteran di berbagai daerah. “(Karena) di situlah tempat mahasiswa (fakultas kedokteran) magang,” kata dia.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi mewacanakan pembatasan pembangunan fakultas kedokteran (FK) di perguruan tinggi. Menteri Pendidikan Tinggi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan pembangunan fakultas kedokteran bukan solusi untuk mengatasi kekurangnya jumlah dokter di Indonesia.
Satryo mengatakan alternatif kebijakan untuk mengatasi kekurangan dokter yaitu dengan jalan menambah kuota penerimaan mahasiswa di fakultas kedokteran yang sudah ada. “Kalau butuh dokter, ya, kita minta kampus yang ada tambah kuota (mahasiswa) saja,” kata Satryo di Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Senin, 13 Januari 2025.
Sesuai data pemerintah, saat ini terdapat 117 fakultas kedokteran yang tersebar di berbagai kampus. Dari angka itu, sebanyak 23 fakultas kedokteran di antaranya baru berdiri pada 2023 dan 2024. Mereka sudah menerima mahasiswa baru.
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi keagamaan yang mempunyai lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut gencar mendirikan fakultas kedokteran. Misalnya, Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) secara resmi meluncurkan pembukaan program studi pendidikan kedokteran dan profesi dokter di Universitas Muhammadiyah Metro, akhir tahun lalu. Pembukaan fakultas kedokteran tersebut merupakan FK ke-17 yang dimiliki oleh PTMA.
Data Kementerian Kesehatan yang dikutip dari Profil Kesehatan Indonesia 2023 menyebutkan jumlah rumah sakit umum (RSU) di 38 provinsi sebanyak 2.636 unit. Angka ini lima kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah rumah sakit swasta yang hanya mencapai 519 unit. Dari jumlah di atas, RSU yang dibangun oleh pemerintah pusat sebanyak 242 unit dan pemerintah daerah 849 unit. Sisanya, RSU dibangun oleh pihak swasta.
Kementerian Kesehatan mencatat bahwa jumlah dokter umum di Indonesia sebanyak 156.310 orang hingga pertengahan 2024. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan sekitar 124.294 dokter umum dengan asumsi 1 orang dokter umum per 1.000 penduduk. Rata-rata terdapat sekitar 12.000 lulusan setiap tahun dari 117 fakultas kedokteran (FK) di Indonesia.
Selanjutnya, jumlah dokter spesialis di Indonesia mencapai 49.670 orang hingga Juni 2024. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat bahwa rasio ideal dokter spesialis yakni 0,28 per 1.000 penduduk. Berdasarkan rasio tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan 29.179 dokter spesialis. Rata-rata terdapat sekitar 2.700 lulusan dokter spesialis setiap tahun dari 24 fakultas kedokteran penyelenggara pendidikan dokter spesialis saat ini. Separuh dari dokter spesialis tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Bambang Setiaji mengatakan pembangunan fakultas kedokteran yang merata akan mampu meningkatkan pemerataan persebaran dokter di Indonesia. “Terutama dokter spesialis seperti jantung, harus ada sampai ke kabupaten karena serangan jantung golden time hanya dua jam,” kata dia.
Menurut Bambang, untuk menunjang kualitas calon dokter, sangat penting bagi mahasiswa kedokteran untuk mendapat bimbingan intens. Sehingga pemerintah semestinya membatasi kuota mahasiswa di setiap fakultas kedokteran. Sebab jumlah mahasiswa di fakultas kedokteran seharusnya berbanding lurus dengan kesiapan sarana prasarana dan tenaga pengajar mereka.
Pilihan Editor : Obral Izin Sekolah Dokter