Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Sudahkah Anda mendengar kabar bahwa ada konflik antara India dan Pakistan sejak bulan April lalu? Di antara klaim dan saling serang oleh kedua negara, disinformasi dan propaganda turut menginvasi ruang digital. Kita yang ada di Indonesia, bahkan turut terpapar informasi-informasi palsu seputar konflik itu. Bagaimana kita sebaiknya bersikap?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Ketika Kabar Palsu Soal India-Pakistan Menembus Sampai Jauh
India dan Pakistan merenda jejak sejarah permusuhan yang mengakar selama puluhan tahun. Usai serangan pada 22 April di wilayah Kashmir yang berada di bawah India, India meluncurkan gelombang rudal ke Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan. Sejak tanggal 7 Mei, pesawat nirawak India telah menyerang kota-kota besar Pakistan dan instalasi militer, dan saling menuduh bahwa Pakistan juga meluncurkan rentetan rudal dan pesawat nirawak ke kota-kota dan fasilitas militernya.
Kondisi terakhir, India dan Pakistan tengah sepakat menjalankan gencatan senjata setelah dua minggu berseteru. Namun berdasarkan laporan BBC, gencatan senjata ini dinilai rapuh lantaran masih terjadi serangan di wilayah Balochistan, Pakistan barat daya, dekat perbatasan Afghanistan dan Iran. India juga menuding Pakistan melakukan hal serupa.
Seperti halnya peristiwa genting lainnya, konflik India-Pakistan itu juga memicu gelombang disinformasi di dunia maya. Konten-konten yang menyesatkan berupa foto dan video, menyebar di media sosial setelah serangan udara India ke Pakistan pada 7 Mei itu. World Economic Forum bahkan baru-baru ini menempatkan India sebagai negara yang paling berisiko terhadap misinformasi dan disinformasi. Namun, kabar palsu juga melonjak di Pakistan. Bahkan, sampai ke jagad digital kita di Indonesia.
Sejak pekan kedua Mei, Tim Cek Fakta Tempo menguak beberapa konten mengandung foto dan video dengan narasi pertempuran kedua belah pihak. Contohnya, di X banyak tersebar video aksi militer Pakistan yang diklaim berhasil menembak pesawat Rafale milik militer India. Padahal, video yang beredar tersebut sebenarnya adalah bagian dari gim ArmA 3 atau video permainan pengoperasian senjata yang dipotong-potong.
Tak hanya X, platform bikinan negeri Tiongkok, TikTok, juga menjadi saran hoaks konflik India-Pakistan. Misalnya, kumpulan gambar-gambar jatuhnya sejumlah jet tempur Angkatan Udara India yang ditembak oleh militer Pakistan. Dengan bantuan pemeriksa fakta dari Misinformation Combat Alliance (MCA) India, foto-foto itu teridentifikasi dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan alias AI.
Ada pula konten-konten hoaks yang menyebarkan narasi tentang pilot perempuan Pakistan yang secara heroik bertempur di udara sendirian melawan pasukan India. Dibumbui kalimat sedih, si pembuat konten membubuhkan keterangan “RIP. Ayesha Farooq pilot Pakistan perempuan yang gugur melawan 6 pesawat tempur India.” Padahal lagi-lagi, videonya dicuplik dari video simulasi permainan gim dan tak ada informasi pilot bernama Ayesha Farooq benar-benar terlibat dalam peristiwa tersebut.
Mengapa disinformasi menyebar selama konflik militer? Menurut Geneva Academy, ini karena hoaks merupakan alat yang ampuh untuk memanipulasi persepsi, mengendalikan narasi, dan memperoleh keuntungan taktis. Disinformasi bisa digunakan untuk menyesatkan pasukan musuh, merusak kepercayaan publik terhadap pihak lawan, dan bahkan memicu kekerasan atau memicu ketidakpercayaan terhadap bantuan kemanusiaan.
Media sosial memainkan peran ganda dalam konflik modern, baik sebagai alat komunikasi bagi warga sipil, sekaligus sebagai sarana propaganda dan disinformasi. Amplifikasi konten sensasional dan terpolarisasi bisa memperburuk perpecahan, mengganggu kestabilan lembaga penjaga demokrasi, dan semakin menargetkan penduduk sipil–bukannya anggota militer. Kemudahan penyebaran dan penyebaran narasi palsu atau menyesatkan dalam skala besar menciptakan tantangan baru bagi perlindungan kemanusiaan, penyelesaian konflik, dan akuntabilitas hukum.
Maka, kita sebaiknya selalu berhati-hati nan waspada terhadap informasi di tengah situasi genting seperti konflik militer dan perang. Terutama jika mulai mengarah pada ujaran kebencian alias sentimen terhadap suku, ras, maupun kelompok agama tertentu. Media sosial memang membuat kita melek informasi, namun kita juga bisa menjadi target manipulasi persepsi dan emosi.
Apakah Anda sepakat?
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu, namun sedang didominasi oleh hoaks soal vaksin Bill Gates dan konflik India-Pakistan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Video Rapat DPR RI Bahas Dugaan Ijazah Palsu Jokowi?
- Benarkah Tempo Memberitakan Jokowi Punya Nama Kecil Oeng Hong Liong?
- Benarkah Masjid Nurul Huda di Lahore, Pakistan, Diserang Rudal India?
- Benarkah Paus Leo XIV Balas Surat Terbuka Presiden Burkina Faso, Ibrahim Traore?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi Tipline kami.