Kilas Balik KPK Sita 65 Bidang Tanah Kasus Korupsi Tol Trans Sumatera

5 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 65 bidang tanah terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan lahan untuk pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) pada Tahun Anggaran 2019–2020.

Menurut keterangan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto pada Rabu, 30 April 2025 dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, bahwa di tanggal 14 hingga 15 April 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan serangkaian langkah penyidikan dengan melakukan penyitaan terhadap 65 bidang tanah yang berlokasi di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Penyitaan ini dilakukan sebagai bagian dari penanganan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pada 14 sampai dengan 15 April 2025, KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penyitaan tnah sebanyak 65 bidang yang berlokasi di Kalianda, Lampung Selatan, terkait dengan perkara tersebut,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 30 April 2025.

Penyitaan untuk Memberikan Kepastian Hukum

Tessa menyampaikan bahwa tim penyidik KPK mengambil langkah menyita 65 bidang lahan milik para petani beserta dokumen-dokumen kepemilikannya guna memberikan kepastian hukum terkait status kepemilikan tanah tersebut.

“Penyitaan dimaksud agar nantinya KPK dapat meminta kepada pengadilan untuk memutus, agar tanah beserta surat-suratnya dapat dikembalikan kepada para petani tanpa pengembalian uang muka yang pernah diterima,” ujarnya. 

Memastikan Lahan Tersebut Milik Para Petani

Juru bicara KPK tersebut mengungkapkan bahwa kasus ini berawal pada 2019 ketika para tersangka membeli 65 bidang tanah yang sebelumnya dimiliki oleh para petani. Namun, para petani hanya menerima uang muka sebesar 5 hingga 20 persen dari nilai lahan yang dijanjikan oleh para pelaku korupsi dalam proyek pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera.

"Untuk diketahui bahwa ke 65 bidang tersebut, mayoritas merupakan lahan milik para petani," kata Tessa. Ia juga menambahkan, "Mereka (petani) baru dibayarkan oleh para tersangka sebatas uang muka di tahun 2019 dengan kisaran rata-rata sebesar 5 sampai dengan 20 persen,” ujarnya dikutip dari Antara, 1 Mei 2025.

Uang Beli Tanah dari Hasil Korupsi

Diduga, uang yang digunakan para tersangka untuk membayar uang muka kepada para petani berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Tessa menjelaskan bahwa hingga kini para petani tidak dapat menjual 65 bidang tanah tersebut kepada pihak lain karena dokumen kepemilikan tanah masih dikuasai oleh seorang notaris.

Hingga hampir enam tahun berlalu, para petani belum mendapatkan kepastian atau kelanjutan pembayaran atas lahan yang telah dijual kepada para tersangka. Di sisi lain, mereka tidak dapat menjual kembali tanah tersebut kepada pihak lain karena dokumen kepemilikan masih berada dalam penguasaan notaris. 

Menurutnya, para petani tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk mengembalikan uang muka yang telah diterima sebelumnya sehingga mereka berada dalam posisi yang sulit secara hukum maupun finansial.

Delapan Petani Diperiksa sebagai Saksi

Sebelumnya, KPK telah memeriksa delapan orang petani sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar proyek Jalan Tol Trans Sumatera. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Senin, 14 April 2025 di Markas Polres Lampung Selatan. Adapun delapan petani yang dimintai keterangan antara lain Intanmas, Mansur Bin Umar, M. Nur Bin Solihin, Ali Hasan, Zainul, Hariri, Pendawa Putra, serta Rosilun Yusuf yang hadir mewakili Amirudin.

Dalam pemeriksaan lanjutan, KPK turut memeriksa seorang pegawai negeri sipil bernama Qorinilwan, dua pihak swasta atas nama Abdul Rahman Rasid dan Andi Rifai, serta seorang buruh harian lepas bernama Mansur Bin Kasim Saman dan individu lainnya bernama Abbas. 

Dalam proses tersebut, penyidik KPK mengkonfirmasi kembali transaksi penjualan tanah di wilayah Kalianda, Lampung Selatan, yang dilakukan oleh para petani kepada PT STJ. Setelah itu, PT STJ diketahui menjual kembali tanah-tanah tersebut kepada PT Hutama Karya.

M. Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |