TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepolisian mengusut dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan Kapolres Ngada non-aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja secara transparan dan profesional. KPAI menilai kasus ini sangat serius karena melibatkan lebih dari satu korban dan dilakukan oleh pejabat publik yang memiliki kewenangan.
"Kasus ini sangat serius. Korbannya lebih dari satu dan kemungkinan besar ada korban lain yang belum teridentifikasi," kata Komisioner KPAI, Dian Sasmita dalam keterangan resminya, Rabu, 12 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan informasi yang beredar di media, lanjut Dian, tindakan kekerasan seksual ini diduga telah berlangsung sejak tahun 2024. Fakta bahwa pelaku adalah seorang pejabat publik menambah urgensi untuk segera mengungkap kebenaran kasus ini. KPAI, tutur Dian, menekankan bahwa kepolisian harus bekerja secara profesional dan transparan agar masyarakat bisa memantau perkembangan penyelidikan.
Selain itu, KPAI juga meminta aparat penegak hukum untuk mengutamakan pemulihan korban. Mereka mendukung langkah kepolisian, Mabes Polri, serta Direktorat PPPA dan TPPO dalam menangani kasus ini dengan menjunjung tinggi hak-hak anak.
Kasus pencabulan anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada ini pertama kali mencuat pada pertengahan tahun 2024. Pada saat itu, pihak berwenang Australia menemukan dugaan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur yang dilakukan di wilayah Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Pelaku pelecehan seksual itu mengunggah video perbuatannya di situs porno Australia.
Pihak berwenang Australia kemudian menghubungi Mabes Polri atas temuan tersebut. Polri yang mendapatkan laporan itu lalu melakukan penyelidikan. Beberapa bulan kemudian, pada 20 Februari 2025, Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma ditangkap sebagai terduga pelaku pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur.
Pada 4 Maret lalu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra membenarkan bahwa AKBP Fajar sedang menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Selain dugaan pelecehan anak di bawah umur, Kapolres Ngada non-aktif itu juga diperiksa Divisi Propam Polri dalam dugaan penyalahgunaan narkotika.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Choirul Anam mendapat informasi bahwa polisi telah memeriksa tujuh orang dalam kasus Kapolres Ngada non-aktif ini, baik secara etik maupun pidana. "Kalau informasi yang kami dapat beberapa hari yang lalu sudah tujuh orang yang diperiksa," ucap Anam kepada Tempo saat dihubungi Selasa, 11 Maret 2025.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menyatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan menindak tegas anggota Polri yang terbukti melanggar aturan. “Anggota yang terbukti bermasalah, apa pun pangkatnya, akan ditindak. Itu komitmen Pak Kapolri,” kata dia.
Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar ini dinilai sebagai kejahatan yang luar biasa. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai tindakan Kapolres Ngada, NTT ini sebagai bentuk baru tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang, dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang," ujar Ai Maryati Solihah dilansir dari Antara, Senin, 10 Maret 2025.
Menurutnya, TPPO tidak hanya terbatas pada praktik jual beli manusia, tetapi juga mencakup tindakan seperti yang dilakukan oleh Kapolres Ngada, yakni dengan mendistribusikan konten eksploitasi anak untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Oleh karena itu, dia menilai perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah pelaku hanya mengunggah konten di situs tertentu di luar negeri atau memiliki jaringan khusus dalam pembuatan konten pelecehan seksual terhadap anak.