Kronologi Dugaan Penelantaran oleh Bripda Fauzan terhadap Istri

9 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pernikahan yang seharusnya membawa kebahagiaan justru menjadi awal penderitaan bagi RTM (24 tahun) akibat penelantaran dalam rumah tangga. Brigadir Polisi Dua Fauzan Nur Muhti atau Bripda FA, suaminya, dituding menelantarkan istrinya sejak hari pertama pernikahan mereka. Bukan sekadar dugaan penelantaran dalam rumah tangga, korban juga mengalami tekanan psikologis yang terus membekas hingga kini.

Bripda Fauzan sebelumnya terlibat dalam kasus kekerasan seksual pada 2023 yang berujung pada putusan Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh sidang etik Polri. Setelah mengajukan banding, hukuman tersebut diubah menjadi demosi selama 15 tahun dan penempatan khusus (patsus) di Polres Toraja Utara. Tadinya ia bertugas di Polda Sulawesi Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fauzan kemudian menikahi korban, mantan kekasihnya (M), pada Desember 2023, yang diduga sebagai langkah untuk meringankan hukuman. Menurut kronologi laporan polisi (LP) yang diterima dari kuasa hukum M, Bripda Fauzan menikahi M pada 20 Desember 2023 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Namun, usai akad nikah, Fauzan langsung pergi meninggalkan istrinya tanpa bermalam. “Ia menikah hanya karena ingin terlepas dari jeratan hukum, baik di Propam maupun pidana,” kata kuasa hukum korban, Muhammad Irvan Sabang kepada Tempo saat dihubungi Rabu, 15 Januari 2025.

Sejak 21 Desember 2023, Fauzan tidak pernah tinggal bersama M. Korban harus mencari kamar kos di Makassar karena suaminya enggan memenuhi kewajibannya. Ketika korban jatuh sakit pada Januari 2024, Fauzan tetap tidak memberikan perhatian. Setelah desakan berulang, Fauzan akhirnya mengantar korban ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tapi langsung meninggalkannya.

Ketika Fauzan bertugas di Polres Toraja Utara, penelantaran semakin parah. M yang berusaha menyusul suaminya ke sana justru ditolak untuk tinggal bersama. “Selama tinggal di kos, korban harus meminta bantuan dari orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup karena suaminya tidak memberikan nafkah yang layak,” ujar Irvan.

Fauzan terus menghindari istrinya meski berada di kota yang sama. Ia bahkan berdalih sudah pindah dari kos yang diketahui korban. Penelantaran ini, menurut Irvan, menimbulkan kekerasan psikis yang membuat korban mengalami trauma berat.

Kapolres Toraja Utara, lanjut Irvan, sempat memediasi pasangan ini pada Maret hingga April 2024. Dalam mediasi, Fauzan diminta memberikan setengah dari gajinya atau sekitar Rp 2 juta kepada korban. Namun, perjanjian itu tidak berjalan sesuai harapan. Fauzan hanya memberikan nafkah minim yang tidak mencukupi kebutuhan korban.

Sang istri kini harus menjalani konsultasi psikologis secara rutin untuk memulihkan kondisinya. Penelantaran yang terus terjadi telah menyebabkan tekanan mental dan rasa tidak aman. Kuasa hukum mendesak penyidik segera menggelar perkara terbuka. “Dalam perkara pidana, semua saksi telah diperiksa, termasuk Kapolres Toraja Utara. Korban juga telah diperiksa oleh dokter ahli psikiater dan psikolog,” ujar Irvan.

Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Didik Supranoto, mengatakan bahwa Direktorat Reserse Kriminal Umum sedang menangani kasus dugaan penelantaran ini. “Sudah dilakukan pemeriksaan,” ujar Didik. Polda masih menunggu gelar perkara untuk meningkatkan status kasus ke tahap penyidikan.

Kasus ini menambah daftar kontroversi anggota Korps Bhayangkara itu, yang sebelumnya dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam kasus kekerasan seksual pemerkosaan. Bripda Fauzan dilaporkan secara etik dan pidana oleh istrinya pada Juni dan Juli 2024. Namun, laporan tersebut masih dalam proses penyelidikan oleh kepolisian setempat.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |