(Beritadaerah-Jakarta) Pemerintah saat ini tengah menyusun langkah strategis untuk memperkuat ketahanan energi nasional dan mewujudkan kemandirian dalam sektor energi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, dalam pernyataan resminya menyebut bahwa penguatan sektor energi menjadi bagian penting dari upaya memperkokoh sistem pertahanan negara dan ketahanan nasional secara keseluruhan.
Ia menjelaskan bahwa pengembangan sektor energi diarahkan untuk mewujudkan swasembada energi, mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, serta memperluas hilirisasi sumber daya alam.
Salah satu langkah yang ditekankan adalah peningkatan produksi dan distribusi migas. Pemerintah menargetkan produksi minyak mencapai satu juta barel per hari dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030. Proyek infrastruktur migas strategis juga tengah dikebut, termasuk pembangunan pipa gas Cirebon–Semarang dan Dumai–Sei Mangke.
Di sektor ketenagalistrikan, pemerintah telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN untuk periode 2025–2034. Target dalam rencana ini mencakup penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt, pembangunan jaringan transmisi sepanjang lebih dari 47 ribu kilometer sirkuit, dan penguatan gardu induk hingga kapasitas total mencapai hampir 108 ribu megavolt ampere.
Transisi menuju sumber energi bersih pun terus diperluas. Pemerintah berkomitmen memperluas penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk implementasi program biodiesel. Pada 2025, penggunaan campuran biodiesel 40 persen (B40) akan diberlakukan, dan pada 2026 ditingkatkan menjadi B50.
Yuliot menambahkan bahwa ekspansi EBT di sektor kelistrikan ditargetkan menembus 42,6 GW pada 2034. Pemerintah juga terus memantau kesiapan sektor industri dan ketersediaan bahan baku dalam mendukung pengembangan energi hijau ini.
Di sisi lain, pemerintah menyadari masih banyak hambatan dalam mencapai transformasi energi ini. Tantangan-tantangan seperti distribusi energi yang belum merata, kondisi geopolitik global yang tidak stabil, serta tingginya ketergantungan pada energi impor menjadi perhatian utama.
Beban anggaran negara akibat tingginya subsidi energi serta komitmen menuju bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 turut menambah kompleksitas dalam perumusan kebijakan energi nasional.
Meski demikian, upaya bertahap dan terencana ini diharapkan dapat menjawab kebutuhan jangka panjang serta menciptakan sistem energi yang tangguh, berkelanjutan, dan merata di seluruh wilayah Indonesia.