Legislator Jerman Tegaskan Rencana Gaza Trump adalah Kejahatan Perang

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengusir warga Palestina dari Gaza akan menjadi kejahatan perang, menurut Nils Schmid, salah seorang pejabat yang dekat dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz.

"Kami menolak kemungkinan itu. Hal tersebut akan menjadi kejahatan perang besar," kata Schmid, anggota parlemen senior dari Partai Sosial Demokrat (SPD) Jerman kepada Anadolu pada Kamis 13 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sebaliknya, kita harus berupaya mencapai solusi dua negara melalui negosiasi," ujar dia.

Schmid menegaskan bahwa SPD selalu mendukung hak Israel untuk membela diri dari terorisme, tetapi mereka juga mengharapkan pemerintah Israel menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional.

"Rakyat Palestina memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan hidup bermartabat di negara mereka sendiri," ujarnya, seraya menekankan bahwa konflik Gaza tidak dapat diselesaikan secara militer dan memerlukan upaya diplomasi yang lebih kuat.

Menjelang pemilu Jerman pada 23 Februari, survei terbaru menunjukkan SPD hanya memperoleh 16 persen dukungan, jauh di belakang blok kanan-tengah Uni Demokrat Kristen (CDU/CSU) yang mencapai 29 persen.

Karena CDU/CSU diperkirakan tidak akan meraih mayoritas parlemen, para analis memprediksi mereka akan membentuk pemerintahan koalisi dengan SPD guna menciptakan administrasi yang stabil.

Schmid, yang menjabat sebagai juru bicara urusan luar negeri kelompok parlemen SPD, menegaskan bahwa mengelola hubungan dengan AS di bawah kepemimpinan Trump akan menjadi tantangan utama bagi pemerintahan koalisi mana pun di masa depan.

"Kami, sebagai Sosial Demokrat dan sebagai warga Eropa, harus mempertahankan tatanan berbasis aturan internasional serta hukum internasional. Kami berharap sahabat-sahabat kami di Amerika, yang telah membantu membangun tatanan ini, juga akan berkontribusi dalam mempertahankannya," kata Schmid.

"Sayangnya, Trump melihat dirinya sebagai negosiator ulang, sehingga ia tidak ingin menerapkan aturan, melainkan membuat kesepakatan sendiri. Ini mengubah sifat diplomasi AS, dan kita perlu kembali kepada aturan tersebut. Hanya kekuatan besar yang dapat hidup tanpa aturan, tetapi sebagian besar negara membutuhkan aturan ini, dan kami akan mempertahankannya," tutur dia.

Jerman Harapkan Titik Temu

Kebijakan luar negeri kontroversial Trump dalam bulan pertamanya menjabat telah menimbulkan kekhawatiran di ibu kota-ibu kota Eropa dan memperumit masa depan hubungan trans-Atlantik.

Presiden AS itu bersikeras ingin mengambil alih Greenland, wilayah Denmark yang kaya akan mineral dan strategis di Arktik atau kawasan sekitar Kutub Utara; mengumumkan rencana tarif perdagangan terhadap barang-barang Eropa untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan Uni Eropa; serta menuntut sekutu-sekutu Eropa agar meningkatkan belanja pertahanan hingga 5 persen dari PDB.

Keputusan Trump untuk menarik AS dari berbagai organisasi PBB dan menghentikan pendanaan bagi program internasional juga semakin menimbulkan kekhawatiran.

Schmid mengatakan bahwa Jerman berharap dapat menemukan titik temu dengan pemerintahan Trump dengan berfokus pada kepentingan bersama, seraya mencatat bahwa kedua belah pihak mengakui pentingnya kemitraan trans-Atlantik.

"Saya pikir, di kedua sisi Atlantik, ada ketertarikan yang semakin besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, dan berinvestasi dalam teknologi modern. Saya yakin agenda pertumbuhan bersama seharusnya menjadi fokus utama dari kepentingan kita bersama," katanya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |