Mantan Penyidik KPK Soal Pimpinan KPK Baru: Tugas Berat Setyo Budiyanto Lepas dari Bayang-bayang Kebobrokan Firli Bahuri

3 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menetapkan pimpinan KPK Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK periode 2024-2029. Dalam pemungutan suara yang dilakukan, Setyo berhasil mengamankan 46 suara, dengan 45 di antaranya mendukungnya sebagai ketua.

Meski berhasil terpilih sebagai ketua, jumlah suara total yang diperoleh Setyo Budiyanto berada di bawah Johanis Tanak dan Fitroh Rohcahyanto, yang sama-sama mendapatkan 48 suara. Sementara itu, dua calon lainnya, Agus Joko Pramono dan Ibnu Basuki Widodo, masing-masing memperoleh 39 dan 32 suara.

Proses pemilihan ketua dilakukan dengan mekanisme di mana setiap anggota DPR memilih lima nama sebagai calon pimpinan KPK. Dari nama-nama tersebut, anggota kemudian menentukan satu pilihan untuk posisi ketua. 

Tanggapan Mantan Penyidik KPK

Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha mengucapkan selamat bertugas kepada kedua rekannya yang pernah bekerja bersama di Direktorat Penyidikan yaitu Setyo Budiyanto dan Direktorat Penuntutan Fitroh Rohcahyanto.

“Secara kinerja profesional dan integritas kedua rekan dan senior saya tersebut tentu tidak perlu diragukan, namun hal tersebut harus terus dijaga dan dilindungi dari segala intervensi baik secara politik maupun tekanan oligarki yang segera akan mengganggu mereka sesaat setelah memimpin di Gedung Merah Putih KPK,” ujarnya.

Praswad juga mengingatkan bahwa KPK saat ini memiliki pekerjaan rumah yang berat karena masih dalam bayang-bayang kebobrokan Firli Bahuri Ketua KPK 2019–2023.

“Tentu saja hal ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat berat bagi Pak Setyo sebagai Ketua KPK selanjutnya, karena bayang-bayang kebobrokan Firli Bahuri akan selalu menghantui publik, masyarakat sipil pasti akan memiliki harapan yang sangat besar sekali agar pimpinan KPK selanjutnya dapat menjadi secercah harapan untuk menyelamatkan KPK, dan hal itu harus dijawab oleh Ketua KPK yang baru, Setyo Budiyanto,” ujar eks Ketua IM57+ Institute kepada Tempo.co.

Praswad juga mengingatkan agar KPK tetap gencar melakukan OTT. Ia menyoroti salah satu pimpinan KPK terpilih yaitu Johanis Tarnak agar tidak mengurus KPK bermodalkan seolah-olah anti-OTT. “Karena proses pemilihan sudah berakhir, tentunya KPK sekarang dan kedepannya sudah bisa dan harus kembali gencar melaksanakan OTT,” tangkas Praswad. 

Sebelumnya para pakar hukum dan aktivis hukum juga turut mengkritik pemilihan baru pimpinan KPK 2024. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengkritik tajam proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 yang dilakukan oleh Komisi III DPR. Menurut Julius, hasil pemilihan tersebut menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi bukan lagi menjadi prioritas DPR, mengingat beberapa nama yang terpilih diduga memiliki rekam jejak yang kurang baik.

“Proses seleksi terkesan formalitas. Itu terlihat dari proses fit and proper test yang tidak menggali secara dalam rekam jejak calon pimpinan KPK,” kata Julius dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 November 2024.

Julius menyoroti minimnya upaya DPR untuk secara kritis mengevaluasi latar belakang dan visi para kandidat terkait pemberantasan korupsi. Ia mencontohkan terpilihnya Johanis Tanak, yang kembali menjabat setelah memperoleh 48 suara dalam pemilihan. Menurut Julius, Tanak memiliki catatan dugaan pelanggaran etik selama masa jabatannya sebelumnya di KPK.

“Dalam paparannya saat fit and proper test, Johanis Tanak juga menegaskan akan menghapus operasi tangkap tangan karena dianggap tidak sesuai dengan aturan KUHP yang berlaku,” katanya

Senada dengan Julius, ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga memberikan pandangan kritis terhadap pemilihan tersebut. Menurut Fickar, terpilihnya lima komisioner baru mencerminkan kemunduran independensi KPK sebagai lembaga antikorupsi.

“Dasar pertimbangan dilahirkannya KPK, karena lemah dan tidak objektifnya aparatur penegak hukum pemberantasan korupsi (kepolisian dan Kejaksaan),” kata Fickar kepada Tempo, Jumat, 22 November 2024.

Ia juga mengkritisi dominasi aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun purnawirawan, dalam jajaran pimpinan KPK periode mendatang. Menurut Fickar, hal ini bertentangan dengan semangat awal pendirian KPK sebagai lembaga yang independen dari pengaruh kekuasaan eksekutif.

“Tuntas sudah KPK menjadi lembaga bagian dari kekuasaan, karena secara sistemik KPK berada di ranah eksekutif yang diisi oleh personel-personel yang berasal dari kekuasaan ekskutif,” kata Fickar.

MICHELLE GABRIELA  | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | NANDITO PUTRA

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |