Mari Elka: Pertumbuhan Ekonomi Harus Sejalan dengan Aksi Iklim

3 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional sekaligus Dewan Pembina World Resources Institute (WRI) Indonesia, Mari Elka Pangestu, menegaskan arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan harus bertumpu pada prinsip keberlanjutan. Dalam diskusi bertajuk “Road to COP30: Improving Indonesia’s Position for Advancing the National Climate Action & Commitments”, ia menekankan pentingnya strategi pertumbuhan hijau yang terintegrasi antara kebijakan ekonomi dan aksi iklim.

“Kalau kita anggap saja pertumbuhan 6 sampai 8 persen, bagaimana kita bisa mencapai pertumbuhan itu tapi juga menjaga keberlanjutan. Bagaimana memiliki pertumbuhan tinggi tapi tetap berkelanjutan?” kata Mari, Rabu (22/10/2025).

Menurutnya, Indonesia menunjukkan kemajuan penting dalam setahun terakhir, mulai dari penyusunan Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) menuju 2035 hingga penerbitan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Langkah ini dinilai menjadi fondasi bagi ekonomi rendah karbon yang menyeimbangkan pertumbuhan dan perlindungan lingkungan.

“Sudah ada Perpres baru, Perpres 110, yang mudah-mudahan memberi platform yang baik untuk perdagangan karbon dan nilai ekonomi karbon, membangun ekosistem nilai ekonomi karbon,” ujarnya.

Mari menekankan bahwa strategi pertumbuhan hijau bukan sekadar respons terhadap tekanan global, tetapi kebutuhan nasional. “Kita sudah dalam keadaan krisis iklim. Rumah kita sudah terbakar,” katanya, mengutip aktivis lingkungan Greta Thunberg.

Ia menilai perdebatan antara pembangunan dan aksi iklim sudah tidak relevan. “Isunya bukan lagi antara pembangunan dan perubahan iklim. Saya rasa kita sudah berjalan jauh dalam perdebatan itu,” tegasnya.

Mari menjelaskan, kesadaran global tentang keterkaitan pembangunan dan perubahan iklim mulai menguat sejak COP Glasgow 2021. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai melihat bahwa krisis iklim langsung menghambat pembangunan. “Kami siap bertindak, tapi kami perlu bantuan, baik dalam bentuk teknologi maupun pendanaan,” ujarnya.

Hal tersebut kemudian mendorong lahirnya Global Climate and Development Framework yang kini diadopsi banyak negara. Di Indonesia, strategi rendah karbon telah diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan makro oleh Bappenas. “Bappenas sudah memasukkan strategi rendah karbon lengkap dengan modeling dan target yang terhubung dengan NDC,” jelasnya.

Namun, tantangan besar justru ada di tingkat sektoral. Setiap sektor perlu memiliki peta jalan dekarbonisasi dan adaptasi yang saling terhubung. “Transisi energi harus adil dan terjangkau. Kalau subsidi energi dihapus tapi rakyat kecil tidak punya akses, maka kebijakan itu tidak akan berhasil,” tegas Mari.

Ia menilai diperlukan kerangka kerja nasional yang menyatukan kebijakan makro, sektoral, investasi, dan pembiayaan dalam satu country platform for climate and development. “Kalau kita meminta bantuan internasional, harus jelas apa yang diminta: kebijakan apa yang diubah, institusi apa yang diperkuat, proyek apa yang dijalankan, dan bagaimana hasilnya diukur,” katanya.

Dengan pendekatan itu, donor dan investor dapat menilai kredibilitas langkah Indonesia dalam menurunkan emisi. Strategi pertumbuhan hijau, lanjutnya, bukan hanya untuk menjawab krisis iklim, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru.

“Daya saing saat ini diukur dari keberlanjutan, apakah kita bagian dari rantai pasokan berkelanjutan atau tidak. Itu menentukan apakah barang kita bisa diekspor,” jelasnya. Di dalam negeri pun, menurutnya, tuntutan terhadap produk ramah lingkungan akan semakin kuat.

Transformasi menuju ekonomi hijau dinilai membuka peluang investasi dan menciptakan lapangan kerja di sektor energi terbarukan, transportasi bersih, hingga inovasi teknologi ramah lingkungan. “Kita harus memiliki sektor hijau baru yang menarik investasi dan membuka lapangan kerja,” ujar Mari.

Menjelang COP30 di Brasil, Mari berharap Indonesia dapat menunjukkan kisah sukses transformasi hijau kepada dunia. “Kalau kita punya good story seperti itu, mudah-mudahan di COP kita bisa mendapat pendanaan, dukungan, dan akses ke teknologi. Ini perjuangan yang akan terus dilakukan, termasuk di business forum di São Paulo,” katanya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |