Mengenal Kolintang yang Diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO

1 month ago 32

TEMPO.CO, Jakarta - Kolintang secara resmi diakui sebagai bagian dari Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity oleh UNESCO. Pengakuan ini disampaikan dalam sidang ke-19 the Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay, pada Kamis, 5 Desember 2024.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam pidatonya secara virtual menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi atas pencapaian ini.

“Kolintang bukan sekadar alat musik, melainkan simbol harmoni, persatuan, dan kreativitas masyarakat Indonesia. Pengakuan ini adalah bukti komitmen kita bersama dalam melestarikan kekayaan budaya bangsa,” kata Fadli, pada 5 Desember 2024, seperti diberitakan Antara

Menurut Fadli, pengakuan ini juga mencerminkan nilai lintas budaya kolintang yang memiliki kemiripan dengan Balafon, alat musik tradisional dari Mali, Burkina Faso, dan Côte d’Ivoire di Afrika Barat. Kolaborasi Indonesia dengan ketiga negara ini menjadi bukti bahwa musik tradisional mampu menjembatani perbedaan geografis dan budaya. Fadli menyampaikan rasa hormat dan bangga kepada seluruh komunitas kolintang di Indonesia, mulai dari musisi, perajin, hingga praktisi budaya yang telah menjaga keberlanjutan alat musik ini. 

Pengakuan kolintang oleh UNESCO mencakup lima domain penting Warisan Budaya Takbenda, yaitu tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial dan ritual, pengetahuan ekologis, dan kerajinan tradisional. Selain itu, kolintang diharapkan menjadi katalisator perubahan yang mampu melampaui batas geografis, budaya, dan bahasa, serta mendukung pencapaian Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Kolintang

Dilansir djkn.kemenkeu.go.id, nama kolintang berasal dari nada yang dikeluarkan alat musik, seperti tong untuk nada rendah, ting untuk nada tinggi, dan tang untuk nada tengah. Selain itu, nama kolintang juga berasal dari istilah “ber tong ting tang” sambil mengungkapkan kalimat “Maimo Kumolintang” untuk mengajak orang memainkannya. Ungkapan ini lambat laun berubah menjadi kolintang.

Pada zaman dahulu, musik kolintang digunakan untuk upacara ritual adat yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur. Namun, seiring berjalannya waktu, kolintang lebih sering digunakan sebagai pengiring tarian, pengiring lagu, atau pertunjukan musik. Selain itu, kreativitas para generasi muda juga telah menciptakan kolaborasi antara kolintang dengan alat musik modern sebagai pengiring lagu genre pop, jazz, dan rock. 

Kolintang terbuat dari kayu khusus yang ringan, tetapi padat, lalu disusun membentuk garis-garis sejajar. Umumnya, kayu yang digunakan ini adalah kayu telur, kayu bandaran, kayu wnuang, dan kayu kakinik. Setelah itu, kayu dari pohon ini dikeringkan untuk diproses menjadi bilah-bilah kecil.

Sebelumnya, bilah ini dikurangi terlebih dahulu panjangnya sampai menghasilkan nada yang sesuai. Berdasarkan suara yang dihasilkan, kolintang terbagi menjadi sembilan jenis, yaitu loway (bass), cella (cello), karua (tenor 1), karua rua (tenor 2), uner (alto 1), uner rua (alto 2), katelu (ukulele), ina esa (melodi 1), ina rua (melodi 2), dan ina taweng (melodi 3).

Kolintang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan mallet, yaitu tongkat kecil dengan bagian ujung dibalut kain atau benang. Biasanya, mallet berjumlah tiga yang diberi nomor untuk memainkannya. Mallet nomor 1 digunakan di tangan kiri, sedangkan nomor dua dan tiga dipegang di tangan kanan, tepatnya di sela-sela jari sesuai accord.

Pilihan Editor: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Umumkan Kolintang Menjadi Warisan Budaya Takbenda Unesco

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |