Menkeu Purbaya Beberkan Efek Samping Ciptaker di Era Jokowi Bikin Negara Rugi Rp 25 Triliun per Tahun

4 hours ago 10
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Undang-undang No. 10/2020 tentang Cipta Kerja ternyata membuat kantong APBN jebol! Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan fakta baru terkait dampak penerapan Undang-undang yang penyusunannya super cepat, dari 12 Februari 2020 dan disahkan 5 Oktober 2020.

Biangnya, menurut Menkeu Purbaya terletak pada perubahan status batu bara sebagai barang kena pajak (BKP). Hal itu  membuat penerimaan negara tergerus drastis karena pemerintah harus mengembalikan PPN dalam jumlah besar kepada perusahaan tambang.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12/2025), Purbaya memerinci beban restitusi yang harus dibayar negara sejak aturan tersebut berlaku. “Pada waktu Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diterapkan jadi membuat status batu bara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak akibatnya industri batu bara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah, itu sekitar Rp25 triliun per tahun,” ujarnya.

Restitusi jumbo itu, menurut Purbaya, justru membuat kinerja penerimaan negara dari sektor batu bara berubah arah. Dari yang semula mencatatkan keuntungan, kini menjadi minus. “Net income kita dari industri batu bara bukannya positif malah dengan pajak segala macam jadi negatif,” kata dia.

Ia menilai situasi tersebut membuat negara seolah memberikan subsidi terselubung bagi pelaku industri besar. Padahal, kata Purbaya, perusahaan tambang menikmati keuntungan yang sangat besar dari ekspor komoditas. “Ini orang kaya, ekspor untungnya banyak, saya subsidi kira-kira secara enggak langsung,” ucapnya.

Sebagai langkah korektif, pemerintah menyiapkan kebijakan bea keluar untuk komoditas batu bara dan emas. Kebijakan ini ditujukan untuk menekan beban fiskal sekaligus mengembalikan struktur penerimaan negara seperti sebelum revisi aturan di 2020. “Artinya apa? Jadi sisi daya saing di pasar global tidak akan berkurang karena hanya seperti sebelumnya saja, 2020 sebelumnya seperti itu dan mereka bisa bersaing,” terangnya.

Purbaya juga mengakui besarnya restitusi batu bara berkontribusi pada turunnya penerimaan pajak tahun ini. “Makanya kenapa pajak saya tahun ini turun karena bea restitusi cukup besar,” jelasnya.

Pemerintah berencana menetapkan bea keluar emas sebesar 7,5–15 persen dan batu bara 1–5 persen. Dari dua kebijakan tersebut, negara menargetkan tambahan pemasukan sekitar Rp23 triliun per tahun. Rinciannya, Rp20 triliun dari batu bara dan Rp3 triliun dari bea keluar emas. Dana itu nantinya akan digunakan untuk membantu menutup defisit anggaran tahun depan.

Kebijakan baru ini disebut Purbaya sebagai upaya menyeimbangkan kontribusi industri ekstraktif terhadap negara, terutama ketika harga komoditas berada pada level tinggi. Pemerintah berharap bea keluar dapat meringankan tekanan fiskal yang selama ini justru bertambah akibat restitusi yang harus dikembalikan kepada perusahaan tambang. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |