MUI Tanggapi Fenomena Permohonan Kolom Agama di KTP Jadi Penghayat Kepercayaan

2 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan, Profesor Utang Ranuwijaya menanggapi fenomena meningkatnya permohonan perubahan isi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi Penghayat Kepercayaan. 

Utang mengatakan, mengubah kolom agama dengan penghayat kepercayaan sebaiknya tidak dilakukan. Karena penghayat kepercayaan bukanlah agama. Suatu kepercayaan bisa disebut agama jika memiliki persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu ada nabinya, ada kitabnya dan ada ajaran atau ritualnya. 

"Penghayat kepercayaan menurut hemat saya tidak memiliki persyaratan itu," kata Utang kepada Republika, Jumat (19/9/2025)

Ia mengatakan, di Indonesia, ada enam agama yang diakui secara resmi. Maka yang diisikan pada kolom agama itu tentu yang enam agama itu, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.

Menurutnya, pengosongan identitas pada kolom agama juga tidak bisa dilakukan, karena bisa memberi kemungkinan disalah artikan dan memberi kesan bahwa Indonesia membolehkan penduduknya tidak beragama alias atheis. 

"Ini berbahaya, karena bisa memberi celah kepada penduduk untuk memilih tidak beragama, pilihan ini jelas bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila pertama dan UUD 1945," ujarnya.

Sebelumnya, diberitakan fenomena meningkatnya permohonan perubahan isi kolom agama di KTP menjadi 'Penghayat Kepercayaan' terjadi di beberapa daerah belakangan ini. Contohnya di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, seperti data yang diungkap oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) setempat.

Menurut Pejabat Fungsional Bidang Catatan Sipil Kelahiran dan Kematian Dispendukcapil Ponorogo Puryanti, Rabu (17/9/2025), kebijakan ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengakui hak penganut kepercayaan dalam administrasi kependudukan.

"Dari 62 pemohon, ada satu di antaranya anak-anak yang kolom agamanya di Kartu Identitas Anak (KIA) juga diisi penghayat kepercayaan," ujar Puryanti.

Puryanti menegaskan tidak ada persyaratan khusus bagi masyarakat yang ingin mengganti isi kolom agama menjadi penghayat kepercayaan. Pemohon hanya perlu membawa KTP lama, Kartu Keluarga (KK), atau KIA bagi anak, serta surat keterangan dari pemangku kepercayaan masing-masing.

"Yang penting aliran atau kelompoknya memiliki legalitas formal berupa surat keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM. Semua layanan gratis dan bisa diurus di kantor Dispendukcapil atau Mal Pelayanan Publik," katanya.

Ia menjelaskan, pada dokumen kependudukan seperti KTP, KK, dan KIA, kolom agama akan tercetak sebagai 'Penghayat Kepercayaan' tanpa menyebut nama aliran. Namun, pemohon diminta menuliskan secara lengkap nama aliran atau kelompok kepercayaan pada formulir sebagai data internal administrasi.

"Nama aliran hanya muncul di sistem, sedangkan yang tercetak tetap penghayat kepercayaan," jelasnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |